Inflasi Terus Menanjak, Simak Strategi Investasi Dari Bareksa
Yunike Purnama - Senin, 08 Agustus 2022 14:41BANDAR LAMPUNG - Dalam setahun terakhir, laju inflasi di Indonesia konstan mengalami kenaikan karena didorong oleh pemulihan ekonomi yang terus berjalan serta dipengaruhi tingginya harga komoditas global.
Oleh karena itu, Bareksa menilai kenaikan harga barang dan jasa harus dibarengi dengan investasi yang tepat agar nilai uang masyarakat dapat melawan inflasi tersebut.
Bahkan, per Juli 2022, inflasi menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015, yakni di level 4,95 persen year on year (YoY).
- Sambut HUT Ke-13, Tokopedia Hadirkan Promo Semua Serba Murah
- Optimalkan Kinerja Operasi, Pertamina Komitmen Jaga Ketahanan Energi Nasional
- Masih Stagnan, Cek Harga Emas Antam di Pegadaian pada Senin, 8 Agustus 2022
Di tengah kondisi global yang kurang mendukung ini, tak jarang investor pemula cukup kesulitan menentukan strategi serta instrumen investasi yang pas. Untuk itu, menurut Bareksa, strategi diversifikasi masih diperlukan untuk menghadapi risiko tingginya fluktuasi pasar akibat kondisi global tersebut.
"Agar nilai uang saat ini tidak tergerus inflasi, masyarakat dapat investasikan dana yang dimiliki ke instrumen investasi seperti reksa dana, surat berharga negara, maupun emas untuk jangka waktu tertentu menyesuaikan profil risiko," seperti dikutip dari keterangan Bareksa Insights pada Senin, 8 Agustus 2022
Dalam setahun terakhir, ada beberapa instrumen investasi yang kinerjanya dapat mengalahkan inflasi, pertama pendapatan tetap yaitu Syailendra Pendapatan Tetap Premium dengan returs setahun 6,06 persen dan barometer 3,75; dan Sucorinvest Stable Fund dengan return setahun 7,08 persen dan barometer 3,5.
Berikutnya, ada reksa dana saham yakni Avrist Ada Saham Blue Safir dengan return setahun 22,21 persen persen dan barometer 4,5; dan Bahana Dana Prima dengan return setahun 22,67 persen persen dan barometer 4,5.
Untuk kelompok reksa dana indeks, ada BNP Paribas Sri Kehati dengan return setahun 27,67persen dan barometer 4,13; dan Allianz SRI KEHATI Index Fund dengan return setahun 27,7 persen dan barometer 4,13.
Selain instrumen di atas, investor juga perlu diversifikasi di aset rendah risiko seperti reksa dana pasar uang untuk meminimalisir efek dari fluktuasi pasar modal. Untuk kelompok reksa dana pasar uang, ada Capital Money Market Fund dengan return setahun 4,52 persen dan barometer 3,64; dan Sucorinvest Sharia Money Market Fund dengan return setahun 4,38 persen dan barometer 3,62.
"Tak hanya reksa dana, instrumen surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah ke masyarakat pun juga menarik. Seperti diketahui, SBN seri SBR011 yang telah dijual pada Juni lalu menawarkan kupon hingga 5,5 persen per tahun belum dipotong pajak," tulis Bareksa Insights.
Masyarakat juga bisa menanti penjualan SBN seri selanjutnya, yakni SR017, yang akan mulai ditawarkan pada 19 Agustus-14 September 2022. Jika sebelumnya SR016 menawarkan kupon sebesar 4,95 persen belum dipotong pajak, maka kupon SR017 diperkirakan akan lebih menarik karena terdapat potensi kenaikan suku bunga acuan BI.
"Selain itu, menurut hasil penelitian dari BlackRock Investment investor juga dapat mengalokasikan 5 persen dari portofolio investasi ke dalam instrimen emas untuk mengoptimalkan kinerja portofolio," tulis Bareksa Insights.
Ketegangan hubungan antara Cina dan Amerika Serikat selama beberapa hari terakhir juga membuat harga emas dunia meningkat karena dikhawatirkan akan kembali menimbulkan gejolak perekonomian dan resesi apabila mereka berperang.
- Bandar Lampung Targetkan Tekan Angka Stunting hingga Nol Persen
- Deretan Uang Kuno Ini Dihargai Jutaan Dolar
- Telkomsel Alihkan Kepemilikan 6.000 Menara BTS ke Mitratel
"Indonesia juga akan dirugikan apabila kedua negara ini saling menjatuhkan sanksi ke depannya akibat keduanya merupakan mitra strategis perdagangan Indonesia.
Menyikapi hal itu, Bareksa Insight menyarankan para investor untuk melakukan beberapa hal. Pertama, investor dengan profil risiko agresif dapat wait and see terlebih dahulu dan cermati reksa dana saham dan indeks basis saham kapitalisasi besar jika IHSG mengalami penurunan. Kedua, investor profil risiko moderat dapat tetap melakukan akumulasi secara bertahap di reksa dana pendapatan tetap basis obligasi korporasi.
Ketiga, untuk semua jenis profil risiko, ada baiknya melakukan diversifikasi yang cukup di reksa dana pasar uang karena fluktuasi pasar saham dan obligasi diproyeksikan masih tinggi melihat gejolak risiko global. "Perlu diingat kembali, investasi mengandung risiko, sehingga investor juga perlu membekali diri mengenai peluang keuntungan maupun risiko yang ada di pasar keuangan," tulis Bareksa Insights. (*)