Indonesia Masuk Negara Penghasil Uang Terbesar lewat Kripto
Eva Pardiana - Selasa, 26 April 2022 21:55JAKARTA — Berdasarkan riset Chainalysis, Indonesia masuk ke daftar 50 negara penghasil uang terbesar lewat aset kripto pada 2021.
Indonesia masuk ke urutan ke-44 dari 50 negara penghasil cuan terbesar dari kripto dengan catatan keuntungan sekitar US$731 juta atau setara dengan Rp10,56 triliun dalam asumsi kurs Rp14.452 per dolar AS.
Indonesia berhasil mengungguli Denmark yang tercatat meraup keuntungan sebesar US$690 juta (Rp9,97 triliun), Uni Emirat Arab US$642,2 juta (Rp9,28 triliun). Kemudian, Yunani US$619,63 juta (Rp8,95 triliun), Slovenia US$615,5 juta (Rp8,89 triliun), Hungaria US$607,8 juta (Rp8,78 triliun), dan Pakistan US$604,55 (Rp8,73 triliun).
- Mudik Lewat Pantai Selatan? Waspadai Empat Titik Rawan Macet Berikut!
- Gunung Anak Krakatau Level Siaga, Aktivitas Mudik Lebaran Diprediksi Masih Aman
- Pertamina Pastikan Aman Ketahanan dan Penyaluran BBM dan LPG di Masa Mudik
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih kalah dari Malaysia yang mencatat keuntungan US$811,8 juta (Rp11,7 triliun), Thailand US$1,19 miliar (Rp17,19 triliun), Filipina US$1,32 miliar (Rp19,07 triliun), dan Singapura US$1,78 miliar (Rp25,7 triliun).
Negara yang menjadi penghasil cuan terbesar dari mata uang kripto adalah Amerika Serikat (AS) dengan nilai US$46,95 miliar (Rp678,5 triliun). Keuntungan yang dihasilkan warga AS dari kripto bahkan terpaut jauh jika dibandingkan dengan Inggris yang mencatat nilai sebesar US$8,16 miliar (Rp117,9 triliun).
Tak mengherankan AS menjadi negara penghasil cuan terbesar dari kripto, karena hampir seluruh bursa berskala global berbasis di negeri Paman Sam.
Berdasarkan riset Chanalysis, keseluruhan investor di dunia meraih total keuntungan senilai US$162,7 miliar (Rp2,35 kuadriliun) sepanjang tahun lalu. Nilai itu menunjukkan pertumbuhan 369,8% secara year-on-year (yoy) dibandingkan dengan 2020 yang mencatat peraihan untung sebesar US$32,5 miliar (Rp469,7 triliun).
Chanalysis melakukan riset dengan menggunakan pengukuran transaksi level makro on-chain dari semua aset kripto yang dilacak ke setiap bisnis cryptocurrency.
Selanjutnya, mereka memperkirakan total keuntungan kolektif yang dibuat dari setiap aset dengan mengukur perbedaan antara nilai dollar dan nilai semua simpanan aset. (*)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 26 Apr 2022