DPR: UU P2SK Bertujuan Tangani Berbagai Masalah di Sektor Keuangan

Yunike Purnama - Minggu, 01 Januari 2023 17:01
DPR: UU P2SK Bertujuan Tangani Berbagai Masalah di Sektor KeuanganIlustrasi kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan (sumber: Ismail Pohan/TrenAsia)

JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah menyepakati Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Menyambut keputusan tersebut, Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin menjabarkan peran UU PPSK dalam mengatasi dan mencegah berbagai masalah di sektor keuangan.

Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir, sektor keuangan Indonesia terus mengalami dinamika perubahan yang pesat, di antaranya dipicu perkembangan inovasi teknologi serta produk atau jasa keuangan, namun belum sepenuhnya teregulasi dengan baik.

"Makanya banyak kasus investasi bodong, pinjol ilegal, robot trading, rentenir. Pengawasan market conduct juga belum optimal, sehingga muncul kasus di sektor keuangan, seperti gagal bayar di sektor perasuransian,” ungkap Puteri dikutip dari keterangan tertulis, Minggu, 1 Januari 2023.

Sebagai informasi, UU PPSK merupakan usulan DPR berbentuk omnibus law dan merevisi berbagai UU terkait di sektor keuangan. Dalam pembentukannya, DPR dan pemerintah menyepakati 5 pilar utama UU PPSK.

Lima pilar tersebut antara lain memperkuat kelembagaan otoritas sektor keuangan, penguatan tata kelola dan meningkatkan kepercayaan publik atas industri keuangan, mendorong akumulasi dana jangka panjang, memperkuat perlindungan negara terhadap konsumen, serta memperkuat literasi, inklusi, dan inovasi di sektor keuangan.

Puteri mengatakan, Komisi XI bersama pemerintah sepakat agar kebijakan ini diarahkan untuk mengatasi dan mencegah kelemahan di sektor keuangan sehingga konsumen semakin terlindungi dan menciptakan industri keuangan yang sehat.

"Dari segi pencegahan, kita wajibkan industri dan otoritas keuangan tingkatkan kegiatan literasi dan inklusi masyarakat. Supaya masyarakat semakin cerdas dan memahami betul manfaat, risiko, dan biaya berbagai produk/jasa keuangan yang digunakan. Serta, mempermudah dan memperluas akses konsumen atas produk atau jasa yang aman dan berizin,” jelasnya.

Lebih lanjut, Puteri juga menjelaskan komitmen UU PPSK untuk mengatasi praktik-praktik fintech ilegal. Hal ini mengingat tingginya prevalensi kegiatan fintech ilegal, meski berulang kali dilakukan pemblokiran platform maupun moratorium perizinan oleh otoritas.

Kemudian, skema penanganan penyelenggara fintech ilegal, termasuk pinjol ilegal, yang beroperasi tanpa izin ini perlu dipertegas melalui penindakan, supaya dapat diberantas.

"Karenanya, kami setuju menambahkan ketentuan ancaman sanksi pidana, baik berupa denda dan penjara, bagi penyelenggara tanpa izin. Diharapkan menjadi efek jera terhadap penyelenggara, karena sudah menjatuhkan banyak korban dan menurunkan kepercayaan masyarakat atas industri pinjol kita,” tegas Puteri.

Dia juga menjelaskan upaya UU PPSK untuk mengatasi berbagai kasus di sektor perasuransian. Ia bilang, perlu ada penegasan tanggung jawab perusahaan asuransi atas kegiatan pialang dan agen asuransi, karena banyak kasus yang disebabkan mis-selling, seperti unitlink.

"Kita juga lembagakan program penjaminan polis di bawah LPS untuk melindungi dana polis konsumen jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Termasuk, mengatur pidana tambahan berupa penggantian kerugian, supaya konsumen yang mengalami kerugian dalam kasus-kasus di sektor jasa keuangan, termasuk industri asuransi, bisa mendapatkan pengembalian dana,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi
Bagikan
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS