Damar bersama Konsorsium Permampu dan Kelompok Perempuan di Sumatra Rayakan HKS 2025
Yunike Purnama - Kamis, 04 September 2025 10:41
BANDARLAMPUNG - Hari Kesehatan Seksual Sedunia setiap tahunnya diperingati setiap tanggal 04 September. Tahun tema dari lembaga internasional dalam perayaan HKS yaitu Keadilan Seksual: Apa yang Dapat Kita Lakukan?.
Tema ini diterjemahkan oleh PERMAMPU dengan melihat situasi nyata yang diamati di wilayah dampingan dan memilih judul “Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Seksual Perempuan Marginal” di mana akibat dari perubahan iklim berdampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki, khususnya secara seksual dan hak-hak seksual perempuan marginal a.l di perdesaan, perempuan miskin, perempuan lansia, permepuan muda, perempuan minoritas dan lainnya.
Secara khusus melihat berbagai bentuk pelanggaran hak seksual/ketubuhan perempuan yang tidak terpisah dari pikiran dan perasaannya sebagai perempuan dengan berbagai perannya mulai dari keluarga sampai ke ranah publik.
Koordinator Konsorsium PERMAMPU Dina Lumbantobing mengatakan, Konsorsium PERMAMPU menyambut Hari Kesehatan Seksual tersebut di 29 September 2025 yang dilaksanakan secara hybrid bersama anggota lembaga dan calon mitra PERMAMPU yang tersebar pulau Sumatera yaitu Flower Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau, LP2M-Sumatera Barat, Aliansi Perempuan Mandiri/APM – Jambi, Cahaya Perempuan WCC-Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan calon mitra Yayasan Embun Pelangi/YEP - Kepulauan Riau, serta Sang Puan Indonesia/SPI - Bangka Belitung yang dilakukan offline di Palembang dan hybrid di 8 provinsi di Pulau Sumatera.
Perayaan tahun ini melibatkan 152 perempuan akar rumput dan 11 laki-laki pemangku kepentingan yang terdiri dari 34 pengurus Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput FKPAR, 26 perwakilan Forum Permepuan Muda/ FPM, 36 Pengurus Credit Union/CU, 15 Forum Multi Stakeholder/FMS, 14 Femokrat/Perempuan Birokrat aliansi PEREMPUAN, 26 perwakilan Keluarga Pembaharu, 7 Kader OSS&L/Pusat layanan & Pembelajaran HKSR Perempuan, 3 lansia, 2 perempuan disabilitas dari 27 Kabupaten dampingan PERMAMPU di pulau Sumatera.
Acara dimulai dengan pengantar dari Dina Lumbantobing sebagai Koordinator PERMAMPU yang menekankan pentingnya pemahaman bersama mengenai apa itu Perubahan Iklim sebagaimana yang telah dialami dalam keseharian maupun mendengar di media, serta apa saja yang dialami oleh perempuan sebagai akibatnya, baik kepada Kesehatan tubuh & mental perempuan, kondisi keluarga, ekonomi dan penghidupan perempuan, beban kerja & pikiran perempuan, serta kepada berbagai masalah yang mungkin tidak disadari sebagai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan.
Untuk itu, PERMAMPU dibantu oleh ahli perubahan iklim, yaitu Dr. Dian Afrianie seorang peneliti dan praktisi sekaligus co-founder LOKAHITA yang telah berpengalaman selama 20 tahun dalam upaya pengurangan resiko perubahan bencana, perubahan iklim dan perencanaan Pembangunanupaya mitigasi bencana.
Dr.Dian menyampaikan, dampak dari perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim & kelangkaan sumber pangan, surutnya air laut ataupun naiknya permukaan air laut yang sangat berdampak pada perempuan marginal yang selama ini belum terpenuhi hak-haknya tetapi kemudian diperparah oleh terjadinya perubahan iklim.
Sementara perempuan terkena dampak dari perubahan iklim tidak dilibatkan dalam solusi perubahan iklim. Dr. Dian juga memberi contoh bagaimana banjir akibat dari perubahan iklim, berdampak ke perempuan dan anak-anak dengan beban rumahtangga berlapis, baik pekerjaan-pekerjaan perawatan seperti membersihkan rumah dari lumpur yang masuk, anak-anak (khususnya anak perempuan) harus mencari air bersih ke tempat yang jauh karena tidak adanya akses air bersih didekat tempat tinggal yang sangat beresiko untuk mengalami kekerasan seksual maupun Kesehatan fisiknya.
Dampak dari perubahan iklim yang dirasakan oleh kelompok marginal sangatlah kompleks, karena hanya karena kekurangan air bersih potensial menimbulkan efek domino ke berbagai bentuk masalah kesehatan seksual dan reproduksi perempuan.
Mengakhiri presentasinya, Dr.Dian memberi contoh pelaksanaan adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim antara lain:
• Pelatihan keterampilan untuk diversifikasi pendapatan yang relative tidak tergantung kepada iklim
• Pendampingan untuk pengolahaan pangan lokal dan/atau produk herbal bagi kesehatan seksual dan reproduksi
• Pertanian cerdas iklim a.l.: teknik tumpang sari, pertanian organik, perpaduan di antaranya untuk pertanian dan peternakan
• Pengelolaan sampah atau bank sampah
• Penguatan kapasitas perempuan untuk mengakses modal, pasar dan teknologi pengelolaan pangan yang tepat guna.
Secara khusus Dr. Dian mendorong seluruh peserta untuk hidup cerdas iklim di rumah dengan hemat air, hemat listrik, belanja produk lokal, pengomposan, menggunakan resep makanan lokal, mengurangi limbah pangan dari dapur, berkebun sayur dan memelihara ikan.
Masukan ini direspons dengan antusias dalam acara tanya jawab, seperti respons perwakilan perempuan disabilitas dari PPSW Riau menyampaikan dampak perubahan iklim dan pembakaran hutan yang sering terjadi di wilayahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi tersebut menimbulkan dampak serius, termasuk meningkatnya kasus anak-anak yang lahir dengan disabilitas intelektual dan mental pada ibu hamil yang terdampak. Juga respons dari wilayah lain yang telah memulai bank sampah dan pembuatan embung.
Dalam diskusi per wilayah untuk pendalaman perwakilan peserta menyampaikan berbagai hal, a.l:
• Kekeringan akibat cuaca ekstrem menyebabkan keterbatasan air bersih untuk kebutuhan sanitasi, yang berdampak langsung pada kebersihan organ reproduksi perempuan.
• Perubahan iklim mempengaruhi kualitas dan kuantitas panen pertanian maupun peternakan yang menimbulkan menurunnya pendapatan dan secara tidak langsung mempengaruhi ketegangan yang mengarah ke KDRT.
• Kemarau berkepanjangan juga memicu stres yang memengaruhi kesehatan mental sekaligus siklus menstruasi perempuan.
• Anak-anak perempuan & perempuan remaja turut merasakan beban ganda karena dipaksa mencari air bersih yang sulit dijangkau, sehingga meningkatkan risiko terpapar KDRT maupun kerentanan atas kekerasan lainnya.
Di akhir perayaan, Konsorsium PERMAMPU berkomitmen untuk mendalami lebih lanjut bentuk-bentuk perubahan iklim yang secara signifikan berdampak kepada Kesehatan Seksual dan Reproduksi perempuan di seluruh wilayah dampingan dan bersama melakukan upaya adaptasi bahkan upaya yang dapat mengurangi kerentanan perempuan sebagai akibat dari perubahan iklim tersebut.
Diharapkan seluruh pihak khususnya Pemerintah memberi perhatian khusus atas akibat berbeda dari Perubahan Iklim yang dialami perempuan marginal.
PERMAMPU berkeyakinan bahwa Keadilan dan Kesetaraan Gender akan tercapai bila Keadilan Iklim berupa pemenuhan hak perempuan khususnya perempuan marginal atas perlindungan dan penguatan perempuan yang inklusif diperhatikan dan dipenuhi dalam kebijakan dan pelaksanaannya, selain oleh Gerakan-gerakan masyarakat khususnya Gerakan perempuan akar rumput sebagai pelaku perubahan mulai dari Tingkat individu, keluarga/rumah tangga, komunitas. (*)