UMKM
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) membutuhkan pembiayaan hingga Rp4.300 triliun pada 2026.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, berdasarkan hasil riset bersama EY-Parthenon, suplai untuk pendanaan UMKM hanya bisa mencapai Rp1.900 triliun.
"Artinya terdapat selisih Rp2.400 triliun total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM,” kata Sunu, akhir pekan lalu.
Proyeksi tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan AFPI dengan EY-Parthenon untuk mengetahui segmentasi UMKM guna perkuat pertumbuhan ekonomi nasional.
Sunu menjelaskan permintaan beserta suplai bertumbuh dengan laju yang hampir sama, yakni Compound Annual Growth Rate (CAGR) 7,2% dari tahun 2022 hingga 2026.
Hal ini menyebabkan selisih pembiayaan juga bertumbuh dengan laju CAGR 7%. Dengan begitu, gap akan terus melebar dikarenakan laju pertumbuhannya yang masih positif.
Pembiayaan dari Fintech
Dari perkiraan suplai pembiayaan untuk UMKM tersebut, peranan fintech lending sangat kecil. Hasil riset tersebut menproyeksikan kontribusi pinjaman online hanya 1% dari total pasokan, dengan pertumbuhan laju sebesar 0,1% pada 2026.
Menurut Sunu, hal tu disebabkan karena masih rendahnya literasi keuangan dan literasi digital di antara para pelaku UMKM di berbagai daerah saat ini.
"Serta belum terbentuk ekosistem regulasi dan operasi bagi fintech lending yang mendukung model bisnis dan pangsa pasar mereka,” jelasnya.
Dengan adanya kolaborasi antara AFPI dan EY-Parthenon, riset tersebut diharapkan mampu berkontribusi lebih jauh dalam pengembangan UMKM di Indonesia. Hal ini mengingat pembiayaan fintech saat ini menjadi salah satu pilihan yang mudah diakses oleh para pelaku usaha.
Selain itu, pemanfaatan digitalisasi juga dapat menjadi motor peningkatan penyaluran pembiayaan khususnya untuk menjangkau pasar unbanked dan underserved.
Adapun data terakhir pada Mei 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lewat fintech mencapai 38,39% dari total kinerja outstanding fintech P2P lending sebesar Rp51,46 triliun.
Dari 38,39% pembiayaan UMKM itu, penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing tercatat sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Untuk angka pinjaman yang bermasalah, di industri fintech P2P lending atau pinjaman online disebut Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90.
Angka itu adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang ada pada perjanjian pinjaman di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Hingga Mei 2023, TWP90 sedikit meningkat namun tetap terjaga di bawah threshold menjadi 3,36%. Tingginya pertumbuhan pembiayaan fintech itu menunjukkan fungsi intermediasi yang berjalan dan tingginya kebutuhan masyarakat dan pelaku UMKM akan akses keuangan yang lebih mudah serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan lainnya.(*)