Tolak Rencana Konstatering, SPPN VII Demo PN Blambangan Umpu

2023-11-22T20:13:13.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Seratusan massa Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SPPN) VII menggelar aksi damai di halaman kantor Pengadilan Negeri Blambangan Umpu
Seratusan massa Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SPPN) VII menggelar aksi damai di halaman kantor Pengadilan Negeri Blambangan Umpu

WAY KANAN - Seratusan massa Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SPPN) VII menggelar aksi damai di halaman kantor Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan, Rabu (22/11/2023).

Massa menuntut Pengadilan Negeri Blambangan Umpu membatalkan rencana kegiatan konstatering (pengukuran pencocokan), sita, dan eksekusi atas aset lahan milik PTPN VII seluas 320 hektare di Unit Bungamayang atas klaim PT Bumi Madu Mandiri (BMM) yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis (23/11/2023).

Kedatangan massa yang merupakan perwakilan karyawan beberapa Unit Kerja PTPN VII Wilayah Lampung itu dipimpin Ketua SPPN VII Sasmika Dwi Suryanto.

Hadir pada pengerahan massa itu, Pengurus Pusat SPPN VII, dan beberapa Pengurus Cabang SPPN VII. Sedangkan I Made Aditya Ardhana bertindak sebagai Kordinator Lapangan dan Jhon Iwan Kurniawan sebagai orator aksi.

Sebanyak 30 polisi berseragam dan belasan polisi berpakaian sipil dari Polres Way Kanan tampak mengawal massa yang sampai di lokasi Pengadilan Negeri Blambangan Umpu pada pukul 11.00 WIB. 

Setelah orasi menyampaikan aspirasinya, empat perwakilan massa SPPN VII diminta masuk untuk berunding yang diterima Echo Wardoyo, Hakim yang juga juru bicara Pengadilan Negeri Blambangan Umpu. Pihak Kepolisian yang ikut hadir pada perundingan itu yakni Kompol Jono, Kabag Ops. Polres Way Kanan.

Kepada Echo Wardoyo yang didampingi beberapa Panitera Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, SPPN VII menyatakan sikap tegas menolak rencana konstatering yang akan dilakukan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu. 

Aset lahan 320 Ha sampai saat ini masih tercatat dalam laman Portal Aset BUMN sebagai aset Negara pada PTPN VII, tempat Karyawan yang juga Anggota SPPN VII mencari nafkah dan penghidupan. Kementerian BUMN sebagai Pemegang Saham tidak pernah melepaskan aset tanah tersebut, apalagi kepada Pihak Swasta PT Bumi Madu Mandiri. 

Perkara ini diduga kental keterlibatan Mafia Tanah, yang saat ini menjadi concern Pemerintah untuk diberantas.

“Logikanya sangat jelas. Hingga saat ini PTPN VII memiliki alas hak yang kuat secara hukum untuk lahan yang akan dieksekusi tersebut. Lahan itu didapat oleh PTP XXXI (sejak 1996 melebur menjadi PTPN VII) pada 1984 melalui mekanisme yang sah. Lahan itu bagian dari lahan seluas 4.650 hektare yang lebih dahulu dikelola namun kemudian diserobot PT BMM. Oleh karena itu, kami akan pertahankan aset lahan tersebut tempat kami bekerja,” kata Made.

Senada, Sasmika DS mengajak pihak Pengadilan Negara Blambangan Umpu untuk membangun kesadaran bersama tentang keberpihakan kepada Negara. Ia menyebut, pihak PT BMM tidak memiliki historikal alas yang jelas untuk menguasai lahan milik PTPN VII tersebut. 

Ia juga mengingatkan, putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu memenangkan PT BMM dalam kasus ini sangat mencederai rasa keadilan.

“Terus terang, kami prihatin dengan putusan PN Blambangan Umpu dalam kasus ini. Sebab kami memiliki alas yang jelas sebagai pemilik. Kami sebagai pekerja yang mengais rezeki dari perusahaan ini, tentu dirugikan. Ada berapa ratusan orang yang terpaksa tidak bisa bekerja akibat penyerobotan ini,”kata dia.

Sekjen SPPN VII Yohanes Siagian dengan lantang menolak keputusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu. Ia menuntut Pengadilan Negeri Blambangan Umpu membatalkan rencana konstatering yang direncanakan dan mengembalikan hak kepemilikan lahan kepada PTPN VII.

“Kami hormat dengan keputusan hukum karena Indonesia adalah negara hukum. Namun, dalam konteks ini, kami tidak bisa terima karena kami yakini bahwa hak kami atas lahan itu belum lepas. Lebih dari itu, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) selaku Pemegang Saham, telah mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas keputusan PN Blambangan Umpu ini,”kata dia.

Lebih jauh, Yohanes menginformasikan bahwa ada seribuan anggota SPPN VII saat ini sudah berada di lokasi lahan 320 hektare tersebut. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi penolakan secara fisik atas rencana konstatering oleh Pengadilan Negeri Blambangan Umpu pada Kamis (23/11/23).

“Untuk diketahui, massa yang hadir ini adalah perwakilan. Saat ini massa SPPN VII dari beberapa Unit Kerja PTPN VII wilayah Lampung sudah menuju lokasi 320 (objek sengketa) untuk pengamanan areal. Kami meminta pihak Pengadilan Negeri Blambangan Umpu membatalkan rencana dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kami tunggu keputusannya sampai jam 13.00 siang ini,” kata dia.

Menanggapi tuntutan itu, Echo Wardoyo meminta maaf karena Ketua PN Blmabangan Umpu tidak bisa menemui pendemo. Ia menampung semua aspirasi yang disampaikan, tetapi tidak berani mengambil keputusan.

“Semua aspirasi kami terima, tetapi mohon maaf Pak Ketua (Ketua PN Blambangan Umpu) tidak bisa hadir. Nanti akan segera saya kordinasikan. Mudah-mudahan jam 13.00 sudah ada keputusan dan segera saya informasikan kepada bapak-bapak,” kata dia.

Nanum, hingga pukul 17.00 WIB, pihak PN Blambangan Umpu maupun Echo Wardoyo ingkar janji belum memberi konfirmasi. Beberapa kali nomor telepon genggamnya dihubungi tetapi tidak memberi jawaban kepastian sebagaimana dijanjikan.

Tentang tidak tepat janji, Sasmika Dwi Suryanto menyayangkan sikap PN Blambangan Umpu. Meskipun demikian, dia mengaku secara itikad baik sudah menyampaikan kepada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu terkait situasi dan kondisi di lapangan, jika sesuatu terjadi pada aksi pengamanan aset oleh SPPN VII yang berlangsung pada hari H rencana konstatering.(*)