Kripto
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Menurut data Badan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), nilai transaksi aset kripto pada semester I-2023 anjlok hingga 68,65%.
Per-Juni 2023, nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto tercatat sebesar Rp8,97 triliun atau naik 9,3% apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Aset kripto yang paling banyak ditransaksikan pada periode tersebut adalah Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP), dan Binance Coin (BNB).
Walaupun naik secara bulanan, namun nilai transaksi pada semester I-2023 atau periode Januari-Juni 2023 tercatat sebesar Rp66,44 triliun atau turun 68,65% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Tren penurunan nilai transaksi kirpto ini sudah terjadi sebelumnya, yang mana pada tahun 2022 nilai transaksi tercatat sebesar Rp306,4 triliun atau turun lebih dari 50% dibandingkan tahun 2021 yang mencatat angka sebesar Rp859,4 triliun.
Lonjakan yang drastis terjadi pada tahun 2021, yang mana nilai transaksinya meroket dari Rp64,9 triliun pada tahun 2020.
Menurut Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko, penurunan nilai transaksi tersebut disebabkan di antaranya oleh pasar kripto global yang mengalami penurunan volume perdagangan.
Selain itu, perkembangan tersebut juga dilatarbelakangi oleh potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar, serta tekanan jual yang menyebabkan harga aset kripto terkoreksi.
Kemudian, kebijakan moneter dari The Federal Reserve (The Fed) terkait kenaikan suku bunga pun dinilai Didid telah menyebabkan perilaku masyarakat dari yang sebelumnya memilih bertransaksi aset digital menjadi beralih ke tabungan.
"Namun demikian, dari sisi pemanfaatan teknologi blockchain, semakin banyak perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter, yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain dalam kegiatan usahanya. Hal ini membuktikan bahwa ke depan, perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan," pungkas Didid.
Pelaku Pasar Mulai Jenuh
Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, nilai transaksi aset kripto di Indonesia terus mengalami penurunan karena pelaku pasar kripto di Indonesia sudah menjumpai titik jenuh.
Dalam hal ini, bukan berarti para minat pelaku pasar terhadap kripto sudah menurun, melainkan karena belum maraknya fitur-fitur perdagangan aset kripto di luar spot trading, seperti staking dan futures.
"Pemain di Indonesia sudah jenuh dengan perdagangan spot. Akhirnya, mereka cenderung memilih untuk melakukan aktivitas perdagangan lainnya seperti staking atau futures di platform perdagangan luar negeri," ujar pria yang akrab disapa Manda ini pada acara peluncuran crypto exchange Bitwewe di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Manda, alangkah baiknya jika regulator dalam negeri mempertimbangkan untuk mendukung kenaikan nilai transaksi kripto dalam negeri dengan mempermudah aktivitas staking dan futures yang semakin diminati oleh pelaku pasar.
Menurut Manda, dengan diramaikannya fitur perdagangan aset kripto di Indonesia di luar spot trading, maka pajak yang dihimpun melalui aset kripto pun bisa semakin meningkat.
Sejauh ini, Reku adalah platform perdagangan aset kripto di Indonesia pertama yang telah memperoleh izin dari Bappebti untuk menjalankan aktivitas staking.(*)