Kemenprin
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Batik buatan Indonesia diminati para konsumen luar negeri, terbukti semakin meningkatnya ekspor ke luar negeri. Ekspor batik tahun 2022 mencapai US$64,56 juta atau setara dengan Rp968,40 miliar (kurs Rp15.000).
Tahun 2023 ekspor batik bulan Januari sampai April bahkan lebih meningkat lagi menembus angka US$26,7 juta atau sekitar Rp400,50 miliar. Sampai akhir tahun 2023 mencapai US$100 juta atau sekitar 1,5 triiun. Kamis, 3 Agustus 2023.
Melansir dari situs resmi Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebutkan, “Industri batik juga merupakan sektor padat karya yang telah menyerap tenaga kerja hingga jutaan orang. Artinya, sektor industri batik ini telah memberikan kehidupan dan penghasilan bagi jutaan rakyat Indonesia.”
Pada acara Pameran Gelar Batik Nusantara (GBN) 2023 di Jakarta pada tanggal 2 Agustus, Agus menyatakan optimisme bahwa kinerja industri batik akan terus tumbuh, terutama setelah mengatasi dampak pandemi COVID-19. IMF juga memberikan indikasi positif tentang geliat ekonomi dengan memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 mencapai 3 persen, meningkat dari proyeksi sebelumnya pada April sebesar 2,8 persen.
Agus juga menyebutkan bahwa saat ini merupakan momentum yang sangat baik bagi industri batik untuk bangkit kembali karena perekonomian sedang berkembang. Oleh karena itu, Agus menekankan pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk asosiasi, pelaku usaha, desainer, akademisi, e-commerce, dan influencer, dalam upaya mengembangkan, memperkenalkan, dan mempromosikan potensi kekayaan batik dalam negeri.
Agus menyebutkan, batik Nusantara memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi karena motif, desain, dan coraknya yang inovatif dengan berbasis kearifan lokal. “Bapak Presiden menegaskan bahwa batik sangat istimewa, tidak saja karena keindahannya, tetapi juga punya makna dan filosofi yang dalam. Batik adalah wajah kita dan kehormatan kita,” ungkapnya.
Agus menyebutkan bahwa saat ini sudah ada empat Indikasi Geografis Batik, yaitu Batik Tulis Nitik Yogyakarta, Batik Besurek Bengkulu, Sarung Batik Pekalongan, dan Batik Tulis Complongan Indramayu. Indikasi geografis batik ini merupakan bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual atau motif batik yang menjadi ciri khas suatu daerah. Dia berharap komunitas batik dapat mendaftarkan produknya ke Kementerian Hukum dan HAM, dan pada tahun ini akan ada dua tambahan Indikasi Geografis batik, yaitu Batik Sogan Solo dan Batik Tuban.
Industri batik juga disebut dalam menuju transisi menjadi industri yang ramah lingkungan. Kemenperin juga mendorong transformasi tersebut dengan membuat pedoman pelaku industri batik untuk menjadi lebih ramah lingkungan.
Selain itu, Kemenperin melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta telah menjalin kemitraan dengan GTZ - Uni-Eropa (2008-2011) dalam program Clean Batik Initiative untuk sentra batik di Indonesia, di antaranya di wilayah Solo, Sragen, Pekalongan, Cirebon, dan Banyumas, serta bekerja sama dengan Asosiasi Batik Jawatimur (APBJ) untuk mewujudkan batik ramah lingkungan.
Kemenperin mendorong pelaku industri batik untuk menerapkan konsep reuse, recycle, dan recovery (3R). Misalnya penggunaan malam atau lilin khusus bekas untuk didaur ulang sehingga menciptakan nilai efisiensi. Selanjutnya, zat warna dapat didaur ulang melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).(*)