Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kerugian akibat kejahatan siber, social enginering alias soceng, cukup besar. Kerugian tersebut pun menimpa bank dan nasabah.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menyebut berdasarkan laporan strategi antifraud yang disampaikan oleh perbankan ke OJK sampai dengan semester I 2021, kerugian riil yang dialami bank umum dilaporkan sebesar Rp246,5 miliar.
“Sedangkan kerugian riil yang dialami nasabah bank dilaporkan sebesar Rp11,8 miliar," jelasnya dikutip Rabu, 22 Juni 2022.
Menurutnya, berbagai kejadian risiko keamanan siber dapat menyebabkan dampak terhadap bank antara lain kerugian langsung dan kerugian tidak langsung.
Kerugian langsung merupakan kerugian yang dapat dihitung dan berdampak langsung pada bank. Contohnya kehilangan aset dan pembayaran ganti rugi kepada pihak lain atau nasabah.
Sedangkan kerugian tidak langsung adalah kerugian yang sulit dihitung secara kuantitatif, namun dapat mengurangi efektivitas dari efisiensi bisnis bank.
“Contoh dari kerugian tidak langsung adalah inefisiensi proses kerja, kehilangan kesempatan untuk memperoleh klaim/ keuntungan, dan kehilangan atau berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Bank" ucapnya.
Sementara itu nasabah tentunya turut merasakan kerugian yakni kerugian finansial berupa hilangnya dana di rekening serta terganggunya pelayanan transaksi pada saat proses investigasi dilakukan.
Adapun, social engineering dapat diartikan sebagai tindakan memperoleh informasi nasabah seperti PIN, nomor baru, dan/atau informasi lain dengan cara menghubungi nasabah melalui telepon, SMS, atau media lain untuk menyampaikan informasi tertentu agar nasabah menghubungi nomor tertentu atau membuka situs web tertentu.
"Berdasarkan pengamatan kami, terdapat empat modus soceng yang saat ini sedang marak di masyarakat, yaitu info perubahan tarif transfer bank, tawaran menjadi nasabah prioritas, akun layanan konsumen palsu dan tawaran menjadi agen laku pandai" jelasnya.
Menurutnya, pelaku soceng terutama yang berasal dari eksternal bank mengincar korban secara acak dengan memanfaatkan kelengahan dan ketidaktahuan nasabah. Namun sebagai contoh untuk modus penawaran menjadi nasabah prioritas, tentunya pelaku bisa memetakan potensi dana yang dimiliki oleh calon korbannya. (*)