Tabrakan kereta api
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Insiden kereta api menabrak kendaraan lain seperti sepeda motor, mobil, bus, hingga truk sering terjadi di Indonesia. Kejadian terbaru yakni ketika KA Brantas menabrak truk pada hari Selasa 18 Juli 2023 lalu.
Bahkan pada hari yang sama, sore harinya KA Kuala Stabas di Lampung juga mengalami insiden menabrak truk hingga menyebabkan lokomotif ringsek dan keluar jalur. Peristiwa kereta menabrak kendaraan seringkali terjadi di perlintasan kereta api baik itu yang tidak terjaga ataupun yang sudah terjaga sekalipun.
Terkait berbagai peristiwa kereta menabrak kendaraan lain, seringkali timbul pertanyaan mengenai siapa yang salah dan bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.
Aturan di Perlintasan Kereta Api
Ketika hendak melintas di perlintasan kereta api, pengendara harus memperhatikan beberapa hal. Pasal 114 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) menjelaskan pengendara harus menaati tiga kewajiban yang harus dipatuhi.
Pengendara wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain. Isyarat lain dapat berupa lambaian tangan atupun bentuk lainnya yang intinya memerintahkan untuk berhenti.
Kemudian pengendara wajib mendahulukan perjalanan kereta api yang melintas. Kewajiban terakhir yakni pengendara harus mendahulukan kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Sejalan dengan UU LLAJ, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api dalam Pasal 110 Ayat (1) juga mengatur demikian. Dalam peraturan tersebut, pengendara wajib mendahulukan lewatnya kereta api ketika melintas perpotongan sebidang antara jalan raya dengan jalur kereta api.
Pertanggungjawaban Kesalahan
Berbicara mengenai letak kesalahan, perlu penyelidikan lebih lanjut terkait kejadian. Kesalahan dapat tertuju kepada pengendara, penjaga palang pintu ataupun kru kereta. Hal itu baru dapat diketahui setelah penyelidikan rampung.
Namun demikian, terdapat aturan hukum tersendiri apabila terdapat kendaraan yang ditabrak kereta api. Pengendara kendaraan jenis apapun dapat dikatakan bersalah meskipun dirinya yang tertabrak kereta api apabila telah melakukan pelanggaran aturan.
Adapun pelanggaran yang dimaksud yaitu tetap menerobos perlintasan kereta api meskipun pintu hendak ditutup ataupun sudah ada rambu dan isyarat jika kereta hendak lewat, seperti dilansir dari hukumonline, Kamis 20 Juli 2023.
Adakalanya pengendara seringkali lalai, abai, nekat, dan tidak memperhatikan mengenai isyarat yang diberikan sehingga tetap menerobos perlintasan jalan raya dengan kereta api. Kelalaian tersebut juga berupa tidak menengok kanan kiri untuk memastikan bahwa perlintasan aman tidak ada kereta dan langsung menyelonong lewat.
Tidak berhentinya pengendara ketika melihat hal-hal di atas meskipun kereta masih terlihat jauh sudah termasuk dalam pelanggaran karena tidak mendahulukan lewatnya kereta api. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 296 UU LLAJ.
Pengendara yang melakukan hal demikian dapat dikenai hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Adapun penjaga pintu perlintasan kereta api dapat dikatakan bersalah apabila dirinya lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga timbul kerugian.
Lalai dalam hal ini yaitu ketika penjaga lupa memberikan isyarat kepada pengguna jalan ataupun lupa menutup palang pintu perlintasan ketika kereta hendak lewat. Penjaga perlintasan dapat dihukum jika terdapat kendaraan tertabrak kereta dan mengakibatkan kerugian karena lalainya tersebut.
Contoh dari lalainya penjaga perlintasan pernah terjadi di Kabupaten Ngawi dimana pada saat itu palang pintu tidak ditutup sehingga menyebabkan sebuah mobil dihantam oleh kereta yang melaju kencang. Akibatnya terdapat dua korban jiwa dari mobil yang ditabrak tersebut.
Secara hukum kelalaian tersebut telah melanggar Pasal 359 KUHP. Oleh karena itu, penjaga perlintasan diseret ke dalam meja hijau dan dijatuhkan vonis 2 tahun penjara karena kelalaiannya tersebut.
Dalam kasus kendaraan yang ditabrak kereta api, masinis beserta asistennya merupakan pihak yang jarang sekali bersalah hingga dijatuhi hukuman. Meskipun demikian, keduanya dapat dijatuhi hukuman apabila lalai dalam melaksanakan Standar Operasional yang diberlakukan.
Salah satu bentuknya yaitu memperdengarkan suling/klakson kereta ketika hendak melintas di perlintasan ataupun ketika melihat tanda harus membunyikan suling (plang semboyan 35). Meskipun begitu dalam berbagai kasus yang terjadi hampir belum pernah ditemukan kesalahan terjadi pada masinis beserta asistennya. (*)