Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
GAZA - Rumah sakit terbesar di Gaza, al-Shifa, telah berhenti beroperasi menyusul serangan Israel yang terus berlanjut di kawasan tersebut. Jumlah kematian pasien di Jalur Gaza juga terus meningkat.
Hal itu disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Minggu, 12 November 2023. Staf medis mengungkapkan rumah sakit di bagian utara enklave Palestina, termasuk kompleks al-Shifa, diblokade pasukan Israel dan hampir tidak mampu merawat orang-orang di dalamnya.
Tiga bayi yang baru lahir telah meninggal. Lebih banyak lagi pasien yang berisiko akibat pemadaman listrik menyusul pertempuran yang intens di sekitarnya. Israel diketahui terus melacak para militan Hamas yang melancarkan serangan mematikan di selatan Israel pada 7 Oktober.
Israel menyatakan kelompok tersebut memiliki pusat komando di bawah dan dekat rumah sakit. “WHO berhasil berbicara dengan para profesional kesehatan di al-Shifa, yang menggambarkan situasi mengerikan dan berbahaya dengan tembakan dan pengeboman terus-menerus yang memperburuk situasi yang sudah kritis,” kata Direktur WHO Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus, dilansir dari Reuters, Senin, 13 November 2023.
“Tragisnya, jumlah kematian pasien telah meningkat secara signifikan,” katanya dalam sebuah posting di X. Dia menambahkan al-Shifa tidak berfungsi sebagai rumah sakit lagi. Tedros bergabung dengan pejabat tinggi PBB lainnya dalam menyerukan gencatan senjata segera.
“Dunia tidak bisa diam sementara rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman, diubah menjadi tempat kematian, kehancuran, dan keputusasaan,” katanya.
Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, juga meminta gencatan senjata sebelum bertemu Presiden AS Joe Biden di Washington pada Senin. “Gencatan senjata harus segera dilaksanakan. Kita juga harus mempercepat dan meningkatkan jumlah bantuan kemanusiaan dan memulai negosiasi perdamaian,” kata Presiden Joko Widodo.
Dia mengatakan dunia tampak tidak berdaya dalam menghadapi penderitaan rakyat Palestina. KTT gabungan Islam-Arab (OKI) telah mendesak Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Israel di wilayah Palestina.(*)