RDK OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Masih Terjaga

2022-11-03T20:10:19.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa  keuangan (LJK) konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian domestik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian domestik.

JAKARTA - Berdasarkan Rapat Dewan Komisioner Bulanan yang  telah dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa  keuangan (LJK) konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian domestik.

Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memaparkan, "Performa ini turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah tingginya ketidakpastian global sejalan dengan tekanan di pasar keuangan akibat pengetatan kebijakan moneter global, berlanjutnya konflik geopolitik yang  berkepanjangan, dan penurunan pertumbuhan ekonomi global,"paparnya secara virtual pada Kamis, 3 November 2022.

Tingginya downside risk atas pertumbuhan ekonomi global mendorong IMF memperkirakan lebih dari sepertiga negara akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini atau tahun depan, sehingga menempatkan perekonomian global dengan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar periode krisis.

Kekhawatiran terhadap resesi global meningkat dan berada di level yang sangat tinggi, tercermin dari tingkat kepercayaan CEO turun ke level terendah sejak krisis keuangan global.

Sejalan dengan pengetatan kebijakan moneter global, Bank Indonesia juga kembali meningkatkan suku bunga acuan untuk menurunkan ekspektasi inflasi ke depan.

Di tengah revisi ke bawah pertumbuhan global tahun 2023, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia juga turun namun proyeksi pertumbuhan 2022 masih dipertahankan.

Indikator perekonomian terkini juga menunjukkan kinerja ekonomi nasional masih cukup baik, terlihat dari neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid. 

Arah Kebijakan OJK

Meskipun stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, menurut Mahendra, meningkatnya risiko pemburukan ekonomi global perlu diwaspadai dampaknya. Pengetatan kebijakan moneter global yang agresif, tekanan inflasi, serta fenomena “strong dollar” berpotensi menaikkan cost of fund, serta mempengaruhi ketersediaan likuiditas yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi dan investasi nasional.

“Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar berpotensi meningkatkan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio lembaga jasa keuangan. Selain itu, risiko kredit juga berpotensi meningkat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi,” dia menjelaskan.

Dalam upaya memitigasi risiko penurunan tersebut, kata Mahendra, OJK menerapkan empat langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, yakni :

1. OJK mempertimbangkan untuk melakukan normalisasi beberapa kebijakan relaksasi secara bertahap

Khususnya kebijakan yang bersifat administratif yang dikeluarkan pada masa pandemi Covid-19, seperti pencabutan relaksasi batas waktu penyampaian pelaporan LJK. Hal ini mencermati perkembangan pandemi dan aktivitas ekonomi di mana LJK dinilai telah dapat beradaptasi dengan kondisi “new normal”.

2. OJK mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi dalam rangka mengatasi scarring effect akibat pandemi serta menjaga kinerja fungsi intermediasi

Dalam waktu dekat, OJK menyiapkan respons kebijakan yang bersifat targeted dan sectoral. Meski begitu, OJK akan terus melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik yang diperkirakan akan masih terus berubah terutama di 2023.

“Dibutuhkan dukungan kolaborasi kebijakan baik fiskal dan moneter, untuk mengatasi scarring effect pada sektor tertentu tersebut agar tidak berlangsung berkepanjangan,” kata Mahendra.

3. Sebagai upaya untuk memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan :

‐ OJK mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga volatilitas pasar, di antaranya pelarangan transaksi short selling dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG 5%.

‐ OJK melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap kinerja industri reksadana untuk memastikan redemption di industri reksadana dapat tetap berjalan teratur di tengah gejolak suku bunga pasar dan meningkatnya risiko likuiditas di pasar keuangan.

- OJK mengevaluasi eksposur valuta asing termasuk pinjaman komersial luar negeri di tengah tren penguatan dolar AS dan mendorong LJK melakukan langkah-langkah yang dapat memitigasi risiko nilai tukar yang diperkirakan masih akan meningkat.

4. OJK memperkuat ketahanan LJK dengan :

‐ Meminta LJK untuk meningkatkan ketahanan permodalan serta menyesuaikan pencadangan ke level yang lebih memadai, guna bersiap menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit/pembiayaan dan risiko likuiditas.

‐ Meminta LJK melakukan asesmen secara berkala terhadap kualitas aset kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, menyalurkan kredit/pembiayaan secara prudent termasuk penyaluran ke sektor komoditas serta sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi ditengah kenaikan harga energi domestik.

‐ Mendorong Perusahaan Pembiayaan agar mendiversifikasi sumber pendanaan untuk mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan terakselerasinya laju pertumbuhan kredit.

- Meminta industri perbankan dan industri asuransi untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan serta pemberian pertanggungan asuransi kredit/pembiayaan. (*)