PTPN I Regional 7
Penulis:Eva Pardiana
JAKARTA – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I menyampaikan bahwa pemberitaan mengenai penghancuran Pondok Pesantren (Ponpes) Mathla’ul Anwar di Desa Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, tidak benar. PTPN I menegaskan bahwa bangunan yang diakui sebagai Ponpes tersebut tidak memiliki aktivitas pendidikan keagamaan dan berdiri secara ilegal di atas lahan milik perusahaan.
Region Head Regional VII PTPN I, Tuhu Bangun, pada Rabu (8/1/2025), menyampaikan bahwa lahan tempat bangunan tersebut berdiri merupakan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) No.16 Tahun 1997 seluas 4.984 hektare yang secara sah dimiliki oleh PTPN I Regional 7 (sebelumnya PTPN VII). Selama lebih dari tiga tahun, lahan tersebut telah diokupasi oleh masyarakat tanpa izin.
Tuhu menjelaskan bahwa bangunan yang diklaim sebagai Ponpes Mathla’ul Anwar tidak aktif dalam kegiatan pendidikan dan tidak memiliki izin resmi dari dinas terkait maupun dari PTPN I sebagai pemilik lahan. Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan, bangunan tersebut hanya berupa rumah sederhana berdinding bambu dan tripleks dengan lantai semen kasar berukuran 9 x 8 meter. Bangunan ini terletak di tengah-tengah areal perkebunan kelapa sawit yang produktif.
“Kami sudah memastikan bahwa tidak ada aktivitas pendidikan di lokasi tersebut. Bangunan ini berdiri tanpa izin dan tidak memenuhi persyaratan sebagai pondok pesantren yang sah,” tambah Tuhu.
KH Ismail Zulkarnain, tokoh agama Islam dari Bandar Lampung sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Yatim Tahfidzul Quran Riyadus Sholihin Nur Rahmah, juga menyampaikan bahwa Ponpes Mathla’ul Anwar memang berdiri secara ilegal di lokasi tersebut.
PTPN I telah mengambil langkah hukum secara berjenjang untuk mempertahankan aset negara yang diokupasi. Proses hukum tersebut telah mencapai putusan inkracht dari Mahkamah Agung (MA) melalui putusan No. 4354K/Pdt/2023. Berdasarkan putusan tersebut, pembacaan eksekusi lahan dilakukan pada 31 Desember 2024 dengan pendampingan aparat penegak hukum.
Sebelum eksekusi, PTPN I mengedepankan pendekatan persuasif melalui sosialisasi bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) dan komunikasi dengan tokoh masyarakat setempat. Perusahaan juga memberikan berbagai bentuk bantuan kepada masyarakat terdampak, di antaranya bantuan kost tempat tinggal sementara sebesar Rp1 juta per Kepala Keluarga (KK), bantuan tenaga bongkar dan transportasi, kesempatan untuk memanen tanaman yang telah ditanam selama satu musim tanam, dan kesempatan kerja di kebun karet dan kelapa sawit PTPN I Regional 7.
Sebanyak 52 dari 61 KK yang mengokupasi lahan telah memberikan surat pernyataan untuk mengosongkan rumah mereka secara sukarela. Namun, 9 KK lainnya masih bertahan di lokasi hingga pelaksanaan eksekusi.
Tuhu Bangun menegaskan bahwa seluruh proses eksekusi dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku dan dengan pendampingan aparat penegak hukum, termasuk Polres, Pengadilan, dan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lampung Selatan.
PTPN I menyatakan komitmennya untuk menghormati nilai-nilai keagamaan dan membangun hubungan yang baik dengan masyarakat. “Kami sangat menyayangkan adanya pemberitaan yang tidak sesuai fakta dan berpotensi menimbulkan keresahan. PTPN I akan terus mengedepankan dialog guna memastikan hubungan yang harmonis dan saling mendukung,” ungkap Tuhu. (*)