batubara
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Setelah terkoreksi selama tujuh hari berturut-turut, harga batu bara kembali naik dan berada di atas level US$140 per ton. Namun, kenaikan ini tidak cukup untuk menghapus tekanan yang dialami oleh komoditas energi ini.
Berdasarkan Investing.com, harga batu bara Newcastle kontrak Oktober 23 ditutup melemah -0,36% menjadi US$ 138,5 per ton pada perdagangan Jumat (6/10/2023). Ini adalah penurunan beruntun sejak pekan pertama bulan oktober 2023 ini. Namun, harga batu bara masih turun -13,49% sepanjang bulan ini, setelah mengalami kenaikan +2,63% pada bulan September.
Salah satu faktor yang mendukung kenaikan harga batu bara adalah keputusan Pemerintah Jerman untuk tetap menjaga pembangkit listrik tenaga batubara lignit dalam kondisi siap operasi untuk mengantisipasi musim dingin yang akan datang. Jerman yang berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara telah menerima bantuan €35 miliar dari pemerintah.
Namun, ancaman krisis energi dan suhu dingin di Eropa membuat negara industri ini masih membutuhkan sumber energi murah dan melimpah ini.
Di sisi lain, faktor-faktor yang menekan harga batu bara antara lain adalah penurunan impor India, peningkatan produksi domestik India dan China, serta proyeksi kebijakan moneter ketat oleh Bank Sentral AS (The Fed). India, sebagai importir batu bara terbesar kedua di dunia, telah mengurangi impornya sebesar 9% hingga akhir September 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi batu bara di India sebesar 12% sepanjang 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Coal India Ltd menyumbang lebih dari 80% dari produksi batu bara domestik India, yang mencapai 67,2 juta ton pada bulan September.
Sementara itu, di China, produksi batu bara di Provinsi Shanxi, yang merupakan produsen utama batu bara di negeri ini, mendekati 900 juta ton dalam delapan bulan pertama tahun ini. Hal ini mengurangi kebutuhan impor China dan menjaga stabilitas harga batu bara.
Selain itu, proyeksi kebijakan moneter ketat oleh The Fed juga memberikan dampak negatif bagi harga batu bara. Sekitar 28,8% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan November mendatang. Kebijakan ketat ini diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi AS dan global, sehingga mengurangi permintaan komoditas termasuk batu bara.
Di samping itu, harga gas Eropa juga mengalami koreksi akibat menurunnya permintaan dan meningkatnya pasokan. Produksi listrik dari Energi Baru Terbarukan juga berkontribusi, dengan produksi tenaga angin Inggris diperkirakan akan naik. Sehingga, harga batu bara saat ini masih berada dalam tekanan, meskipun sempat rebound pada akhir pekan lalu.
Selanjutnya, Stocknow.id memproyeksikan Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) pada hari ini akan bergerak menguat terbatas dengan menguji level Resistance terdekatnya pada 6.924 dan Classic Resistancenya di level 6.960. Adapun saham-saham yang dapat dicermati pada hari ini sebagai Swing Trade, yaitu MBMA (Spec Buy) dan BRPT, sedangkan untuk Fast Trade ada MNCN dan SCMA.
IHSG diprediksi menguat pada hari ini 9 Oktober 2023 karena beberapa sentimen global dan regional yang terjadi, diantaranya yaitu, mulai dari bursa global yang menunjukkan penguatan pada indeks majornya, seperti DJI menguat +0,87%, kemudian Nasdaq ditutup menguat sebesar +1,60%, serta S&P500 juga naik sebesar +1,18%.
Jika ditinjau dari Bowman Speech, Gubernur Fed Michelle Bowman mendukung kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk menekan inflasi AS, meskipun data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan pertumbuhan pekerjaan yang solid. Ia mengatakan inflasi masih terlalu tinggi dan revisi data mempersulit proyeksi ekonomi.
Dari dukungan tersebut, diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi investor untuk dapat melakukan planning lebih awal terhadap kebijakan terbaru nanti pada november mendatang, serta menjadi sentimen baik bagi inflasi AS yang diharapkan turun.
Dari sisi Eropa, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde optimis dapat menekan inflasi ke 2% dengan suku bunga tinggi, reformasi ekonomi, dan cadangan gas yang memadai. Ia mengatakan inflasi sudah turun, dan cadangan gas Eropa sudah terisi lebih dari 90% untuk menghadapi musim dingin.
Selanjutnya datang dari domestik, Cadangan devisa Indonesia turun menjadi US$134,9 miliar pada akhir September 2023 karena pembayaran utang dan stabilisasi rupiah. Hal ini menjadi sentimen negatif bagi pergerakan IHSG pada minggu yang akan datang karena investor akan pesimis terhadap stabilisasi mata uang Indonesia. Meskipun demikian, BI menjamin cadangan devisa cukup untuk menopang impor dan utang luar negeri serta stabilitas ekonomi.
Dari segi teknikal, dilihat dari indikator Bollinger Band, IHSG sudah menyentuh garis Lower Band sehingga kemungkinan IHSG akan rebound dan bergerak bullish menuju garis Middle Band. Selanjutnya, dari indikator Stochastic, garis stochastic kembali rebound dari area oversold dan berpotensi bergerak Goldencross.
Di sisi lain, pergerakan arah candle masih berada di dalam garis support di level 6.850 dan resistance di level 7.000.
Stocknow.id merekomendasikan strategi trading pada saham-saham dibawah ini:
Kami merekomendasikan swing saham MBMA pada harga 780, dengan TP1 di 805, TP2 di 825, dan SL di 760.
Selanjutnya, ada BRPT di harga 1335, dengan TP1 di 1400, TP2 di 1435, dan SL di 1315.
Kemudian dari Fast Trade, ada saham MNCN di harga 488, dengan TP1 di 505, TP2 di 515, dan SL di 476. Masih dari Fast Trade ada saham SCMA di harga 151, dengan TP1 di 156, TP2 di 160, dan SL di 148.(*)