pertamina
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
LAMPUNG — PT Pertamina (Persero) diprediksi akan runtuh akibat langkah sembrono yang dilakukannya melalui IPO Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang merupakan subholding perusahaan pelat merah itu.
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra mengatakan bisnis geothermal yang merupakan core business dari PGEO adalah bisnis jangka panjang, dan seharusnya juga dibiayai dengan skema pembiayaan jangka panjang.
Namun demikian, paparnya, Pertamina justru mengambil risiko dengan melakukan skema pembiayaan jangka pendek (short term financing) melalui IPO. “Investasi itu penting, tapi harus dilakukan dengan hati-hati karena ada cerita masa lalu,” katanya kepada media, Sabtu, 18 Maret 2023.
Bisnis geothermal bukan bisnis jangka pendek seperti sektor retail atau bisnis start-up yang cepat sekali pergerakannya. “Geothermal bias dinikmati 8-9 tahun mendatang. Masuk ke bisnis geothermal memang bagus, tapi lihat dulu risikonya.”
Namun menjadi anomali ketika PGEO membiayai investasi yang bersifat long term dengan metode short term financing. Bisnis jangka panjang tapi cari modal jangka pendek. Membuka saham ke publik, yang mana para investor menganggapnya bisa mendatangkan keuntungan jangka pendek.
Parahnya lagi, lebih dari 50% investor saham di Indonesia adalah investor retail. Seperti diketahui, investor ritel sebagian besar merupakan trader yang mengamati pergerakan saham day per day untuk ambil cuan jangka pendek. Ini jelas berbeda dengan karakter bisnis geothermal.
Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi mengatakan, oversubscribed yang disebut mencapai 3,8 kali pada saat PGEO debut di bursa justru menjadi bumerang dan kekecewaan para investor retail. “Harga saham PGEO hanya naik beberapa menit setelah pembukaan IPO,” ujar Nafi yang pernah menjabat sebagai Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia.
Namun kemudian anjlok turun sampai mengalami Auto Rejection Bawah alias ARB. Hingga tiga minggu kemudian saham PGEO terus tertekan di bawah harga IPO. Promosi sebelum IPO yang disuarakan dengan besarnya peminat saham PGEO dan fundamentalnya yang bagus seolah hanya jadi isapan jempol bagi investor.
Executive Director Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus mendeteksi adanya potensi salah pengelolaan di tubuh Pertamina melalui rencana IPO sejumlah anak usaha. Setelah PGE, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) juga akan segera go public pada tahun ini.
Dia menilai, ke depannya Pertamina terancam kehilangan hak kuasa karena aksi pelepasan saham negara pada sejumlah anak usaha tersebut. Yunus khawatir ini akan menjadi ancaman baru bagi Pertamina masuk pada lobang hitam kebangkrutan di tengah buruknya sistem manajemen perseroan.
Jika diingat, cerita kejatuhan Pertamina yang sempat terjadi pada tahun 1970-an bisa jadi akan terulang. Mengutip Washington Post terbitan 12 OKtober 1977, Pertamina di Indonesia hampir runtuh pada tahun 1975 setelah gagal membayar pinjaman luar negeri untuk membiayai anak perusahaan baru yang sedang tumbuh.
Kemudian, tulis Washington Post, ketika Pertamina tampaknya tidak mampu membayarnya pada awal tahun 1975, akhirnya pemerintah Indonesia untuk menutupi utang tersebut.