Pertama di Tahun 2023. APBN Oktober 2023 Defisit Rp700 Miliar

2023-11-24T19:07:15.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Menkeu Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp700 miliar terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini terjadi pertama kalinya sepanjang 2023.

Sri Mulyani merinci, pendapatan negara hingga Oktober 2023 mencapai Rp2.240,1 triliun atau tumbuh 2,1% secara year on year (yoy) atau sudah 90,1% dari target . Pendapatan itu berasal dari pajak, bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Dari posisi per Oktober 2023 maka postur APBN mulai defisit Rp700 miliar atau 0,0003 persen dari PDB," katanya dalam konferensi pers APBN KiTA pada Jumat, 24 November 2023.

Menkeu menjelaskan untuk penerimaan pajak sebesar Rp1.744 triliun,  atau 86,31% dari target atau tumbuh 2,49% (yoy). Realisasi tersebut terdiri atas Penerimaan Pajak Rp1.523 triliun, 88,69% terhadap target, atau tumbuh 5,33% (yoy)

Sementara untuk penerimaan Kepabeanan dan Cukai Rp220,85 triliun, 72,84% terhadap target, atau terkontraksi 13,60% yoy. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp494,18 triliun, atau 111,96% terhadap target dan tumbuh 3,72% secara yoy.

Sri Mulyani menjelaskan dari sisi belanja negara mencapai Rp2.240,8  triliun, realisasi itu turun 4,7% yoy atau 73,2% dari target APBN 2023.

Di sisi lain, keseimbangan primer masih surplus Rp365,4 triliun. Keseimbangan primer sendiri merupakan total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Lebih lanjut Menkeu mengungkapkan kondisi perekonomian dunia turut mempengaruhi kinerja APBN per Oktober 2023. Secara global ekonomi global masih dipengaruhi berbagai dinamika pertama selama September hingga Oktober volatilitas sektor keuangan terutama dari negara maju masih dominan terutama Amerika Serikat.

Ia mengtakan, peningkatan tensi geoopolitik juga memperkuat downside risks yang dapat meningkatakan potensi pengurangan rantai pasok, menurunkan sentimen global dan meningkatkan potensi perluasan perang dagang. (*)