Perasa Kimia Tinggi di Produk Tembakau Picu Kematian

2023-06-30T19:08:09.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Ilustrasi tembakau
Ilustrasi tembakau

AS - Baru-baru ini Institute of Global Tobacco Control (IGTC) di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health melakukan penelitian pada rokok kretek dan rokok putih berperasa yang beredar luas di pasaran Indonesia. Kedua jenis rokok ini memiliki variasi perasa kimia dengan berbagai tingkat kandungan. Beberapa diantaranya memiliki kadar perasa kimia yang tinggi.

Keberadaan berbagai macam perasa dan ketersediaannya yang luas ini mengkhawatirkan bukan hanya karena senyawa perasa memiliki kaitan dengan berbagai masalah kesehatan (seperti edema paru-paru berdarah, infeksi saluran pernafasan dan peradangan akut) , tetapi juga karena adanya variasi rasa ini mendorong penggunaan dan memperluas pasar konsumen produk tembakau yang mematikan.

Berbagai perasa kimiawi dipasarkan pada konsumen di Indonesia, di antaranya ada senyawa cengkeh (seperti eugenol), menthol, dan perasa kimiawi tambahan lainnya. Menghisap eugenol – bahan kimia utama pada rokok kretek - menyebabkan paparan partikulat, nikotin, tar dan karbon monoksida pada setiap batangnya lebih tinggi dibandingkan bahaya kesehatan yang sudah ada di rokok putih.

Pada proses penelitiannya dari 2021 hingga 2022, IGTC membeli 24 jenis merek kretek dan 9 jenis merek rokok putih. Peneliti kemudian mencari kadar kandungan perasa kimia di tiap batangnya. Ada 180 perasa kimia individual yang diteliti, diantaranya eugenol (senyawa perasa cengkeh), empat jenis senyawa cengkeh yang lain, dan menthol. Kandungan eugenol yang signifikan terdeteksi pada 24 merek kretek (2.8–33.8 mg/batang) namun tidak ditemukan di semua merek rokok putih. Mentol terdeteksi pada 14 dari 24 jenis kretek, dengan tingkat yang bervariasi antara 2.8 hingga 12.9 mg/batang. Selain itu, mentol juga ditemukan pada 5 dari 9 merek rokok putih, dengan nilai dari 3.6 hingga 10.8 mg/batang. Perasa kimia lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan pada banyak kretek dan rokok putih yang diteliti.

Sayangnya, tidak ada larangan terhadap produk tembakau dengan perasa di Indonesia, negara yang memiliki sekitar 68 juta perokok dewasa. Kebanyakan dari mereka mengonsumsi kretek dengan campuran cengkeh. Pada tahun 2020, tercatat sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok. 72 persen di antaranya pria.

“Perasa meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar US$ 1.6 juta pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225.000 per tahun,” ujar Beladenta Amalia peneliti post-doctoral di IGTC dan juga co-author dalam penelitian ini.

Tujuan utama dari Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO adalah mengurangi daya tarik produk tembakau. Artikel 9 FCTC menyebutkan “Dari sudut pandang kesehatan publik, tidak ada pembenaran atas pemberian ijin terhadap penggunaan bahan, seperti perasa, untuk meningkatkan daya tarik produk tembakau”. Saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi FCTC.

Hasil dari penelitian ini mendukung penerapan pelarangan perasa secara komprehensif di Indonesia untuk menurunkan daya tarik produk tembakau. Penelitian juga menunjukkan bahwa pelarangan produk tembakau dengan perasa, seperti mentol, dapat mengurangi konsumsi tembakau dan meningkatkan usaha berhenti merokok. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia untuk mengatasi masalah daya tarik kretek dan produk tembakau lainnya dengan melarang penggunaan perasa kimia. Terlebih dengan adanya kaitan antara bahan tersebut dengan meningkatnya penggunaan tembakau dan biaya-biaya sosial terkait.

Selain rasa dari produk tembakau itu sendiri, penelitian juga menunjukkan bahwa daya tarik konsumen dipengaruhi oleh keberadaan deskripsi rasa, gambar, dan warna pada kemasan produk.

Larangan dan regulasi yang lebih ketat atas penggunaan gambar, deskripsi, dan warna yang berkonotasi dengan rasa juga dapat menjadi pelengkap penting dalam menerapkan larangan perasa produk tembakau yang komprehensif. (*)