Robert Kiyosaki
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
UKRAINA - Lima ratus hari yang lalu, pada dini hari di bulan Februari yang dingin, Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke tetangga baratnya, Ukraina.
Kremlin mengharapkan apa yang mereka sebut sebagai operasi militer khusus berjalan cepat. Faktanya 16,5 bulan kemudian, pertempuran masih berkecamuk tanpa akhir yang terlihat.
Saat perang mencapai tonggak suram lainnya pada Sabtu 8 Juli 2023 banyak yang telah terjadi. Dan yang jelas korban rakyat sipil tidak terelakkan.
Dikutip dari Al Jazeera Sabtu 8 Juli 2023, konflik tersebut telah menyebabkan krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat sejak Perang Dunia II. Menurut badan PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR, sebanyak 6,3 juta orang terpaksa meninggalkan Ukraina sejak invasi pada 24 Februari 2022. Sebagian besar dari mereka yaknki 5.967.100 pergi ke negara Eropa lainnya. Selain itu masih ada enam juta pengungsi internal di Ukraina.
Sebagian besar pengungsi adalah wanita dan anak-anak. Ini karena pria Ukraina berusia antara 18 hingga 60 tahun diperintahkan untuk tetap tinggal di negara tersebut dan berperang.
Negara dengan populasi pengungsi terbesar adalah Rusia, dengan 1.275.315. Kemudian Jerman, dengan 1.076.680, Polandia dengan 999.690; Republik Ceko dengan 350.455; dan Inggris dengan 206.700.
Sementara badan hak asasi manusia PBB OHCHR memperkirakan sejak invasi Rusia ada 9.083 warga sipil tewas di Ukraina. Sementara 15.779 terluka. Tetapi angka-angka ini diyakini jauh di bawah kenyataan.
Di wilayah yang dikuasai pemerintah Ukraina, OHCHR telah mencatat setidaknya ada 20.073 korban jiwa. Mereka terfdiri dari 7.072 tewas dan 13.001 luka-luka. Semeentara di wilayah yang diduduki Rusia, OHCHR mencatat setidaknya 4.789 korban. Yakni 2.011 tewas dan 2.778 terluka.
Memperkirakan korban militer sulit dilakukan karena pasukan Ukraina dan Rusia cenderung menyembunyikan kerugian mereka. Menurut kementerian pertahanan Ukraina, hingga pada 5 Juli 2023 kerugian personel Rusia mencapai 231.700 tentara.
Menurut Kementerian Pertahanan Inggris, pada tahun pertama perang ada hingga 200.000 korban di antara pasukan tentara Rusia dan tentara swasta. Ini kemungkinan termasuk antara 40.000 hingga 60.000 meninggal.
Menurut penilaian Badan Intelijen Pertahanan Amerika yang bocor pada April 2023 ini, Rusia telah menderita antara 189.500 hingga 223.000 total korban. Termasuk 35.500 hingga 43.000 tewas dalam pertempuran dan 154.000 hingga 180.000 terluka.
Untuk Ukraina, Amerika mengatakan telah menderita hingga 131.000 total korban. Termasuk hingga 17.500 meninggal dan hingga 113.500 terluka. Semua angka-angka ini tidak bisa diverifikasi secara independen.
Kehancuran Luas
Serangan rudal dan penembakan telah menghancurkan ratusan ribu bangunan dan arsitektur penting. Dari dari rumah, rumah sakit, bendungan, pembangkit listrik dan fasilitas lainnya.
Sebuah laporan Bank Dunia pada bulan Maret 2023 menyatakan Ukraina akan membutuhkan biaya US$411 miliar selama 10 tahun ke depan untuk memulihkan dan membangun kembali kerusakan akibat perang. Ini setara sekitar Rp6.231 triliun (kurs Rp15.000) dan dua kali lipat dari produk domestik bruto sebelum perang.
Bisnis telah menderita kerusakan yang signifikan hingga setidaknya US$11,3 miliar atau sekitar Rp171 triliun. Jumlah yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan berlanjutnya perang. Biaya kerusakan sektor pertanian Ukraina yang biasanya tumbuh subur mencapai sekitar US$8,7 miliar atau sekitar Rp131 triliun. Menurut Sekolah Ekonomi Kyiv, biaya penggantian bangunan dan infrastruktur yang rusak diyakini mencapai US$143,8 miliar atau sekitar Rp2.180 triliun.
Kontrol di Ukraina
Setahun yang lalu, lebih dari 20 persen wilayah Ukraina dianggap diduduki Rusia yang merebut kota-kota utama dan pelabuhan strategis.
Namun, perkiraan itu sekarang kurang dari 20 persen. Menurut beberapa peneliti wilayah Ukraina yang kini dibawah pendudukan Rusia sekitar 17 persen. Ini karena Ukraina berjuang untuk membebaskan tanahnya.
Pada bulan-bulan pertama perang, pasukan Rusia bergerak cepat untuk merebut petak-petak wilayah dari timur laut Ukraina, yaitu di sekitar ibu kota, Kyiv. Juga kota terbesar kedua di negara itu Kharkiv.
Di bagian lain Ukraina, Rusia telah menguasai daerah sekitar Kherson, Mariupol, dan banyak desa di timur. Namun, upaya Moskow terhambat oleh perlawanan kuat Ukraina, masalah logistik, dan masuknya senjata Barat untuk mendukung Ukraina.
Serangan balasan besar pertama Ukraina menghasilkan perebutan kembali wilayah di sekitar Kharkiv dan Kherson. Pada awal Juni 2023, Ukraina meluncurkan serangan balasan lain yang diantisipasi secara luas untuk merebut kembali wilayah di timur dan selatan, tetapi sejauh ini kemajuannya lambat.
Bisnis telah menderita kerusakan yang signifikan hingga setidaknya US$11,3 miliar atau sekitar Rp171 triliun. Jumlah yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan berlanjutnya perang. Biaya kerusakan sektor pertanian Ukraina yang biasanya tumbuh subur mencapai sekitar US$8,7 miliar atau sekitar Rp131 triliun. Menurut Sekolah Ekonomi Kyiv, biaya penggantian bangunan dan infrastruktur yang rusak diyakini mencapai US$143,8 miliar atau sekitar Rp2.180 triliun.
Setahun yang lalu, lebih dari 20 persen wilayah Ukraina dianggap diduduki Rusia yang merebut kota-kota utama dan pelabuhan strategis.
Namun, perkiraan itu sekarang kurang dari 20 persen. Menurut beberapa peneliti wilayah Ukraina yang kini dibawah pendudukan Rusia sekitar 17 persen. Ini karena Ukraina berjuang untuk membebaskan tanahnya.
Pada bulan-bulan pertama perang, pasukan Rusia bergerak cepat untuk merebut petak-petak wilayah dari timur laut Ukraina, yaitu di sekitar ibu kota, Kyiv. Juga kota terbesar kedua di negara itu Kharkiv.
Di bagian lain Ukraina, Rusia telah menguasai daerah sekitar Kherson, Mariupol, dan banyak desa di timur. Namun, upaya Moskow terhambat oleh perlawanan kuat Ukraina, masalah logistik, dan masuknya senjata Barat untuk mendukung Ukraina.
Serangan balasan besar pertama Ukraina menghasilkan perebutan kembali wilayah di sekitar Kharkiv dan Kherson. Pada awal Juni 2023, Ukraina meluncurkan serangan balasan lain yang diantisipasi secara luas untuk merebut kembali wilayah di timur dan selatan, tetapi sejauh ini kemajuannya lambat.(*)