Pengamat: Transisi Ekonomi Hijau Perlu Didorong Lebih Keras

2023-08-18T19:13:28.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Transisi energi atau ekonomi berkelanjutan terus didorong pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Transisi energi atau ekonomi berkelanjutan terus didorong pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

JAKARTA - Transisi energi atau ekonomi berkelanjutan terus didorong pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden menyoroti potensi krisis akibat perubahan iklim harus menjadi perhatian.

Untuk itu, transformasi sektor ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadi krusial. Presiden menekankan transisi ke penggunaan energi hijau perlu dilaksanakan secara progresif, namun tetap adil dan terjangkau. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mendorong itu semua presiden harus memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di 2024 demi mengejar target 23% bauran energi terbarukan di 2025.

"Untuk itu dalam 2,5 tahun mendatang harus dapat dibangun 11 GW pembangkit energi terbarukan. Dalam kondisi sistem kelistrikan PLN masih mengalami overcapacity, penetrasi energi terbarukan yang progresif memerlukan pengakhiran operasi PLTU yang sudah berusia tua dan tidak efisien," ujarnya kepada TrenAsia.com jaringan Kabarsiger.com pada Jumat, 18 Agustus 2023

Pasalnya menurut Fabby, dorongan agar pemerintah melakukan akselerasi dalam pembangunan ekonomi hijau serta pemanfaatan energi terbarukan diharapkan dapat mengurangi porsi energi fosil secara bertahap, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi sebab pendidihan global (global boiling) dan perubahan iklim.

Langkah Agresif Perlu Diambil

Menurut Fabby, Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih agresif untuk menghindari krisis iklim dengan menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat untuk mengurangi penggunaan batu bara dan menegaskan pengakhiran operasi PLTU pada 2050.

Pasalnya di tengah perayaan kemerdekaan RI, Jakarta, justru diliputi polusi udara yang parah. IESR mencatat salah satu sumber polusi berasal dari  pembakaran batu bara di pembangkitan listrik dan industri yang berada di sekitar Jabodetabek.

Melalui proses JETP, harusnya sudah ada identifikasi perubahan kebijakan untuk mengakselerasi transisi energi. Ia menekankan penting agar arah perubahan kebijakan terfokus pada strategi tertentu agar ada integrasi implementasi antar berbagai kementerian dan lembaga.

“Harus ada prioritas dalam arah kebijakan, misalnya pengakhiran subsidi energi fosil, khususnya kebijakan harga DMO batu bara, pembangunan PLTS secara masif dan pengembangan industri manufaktur surya," tandasnya.(*)