gojek
Penulis:Eva Pardiana
Editor:Eva Pardiana
MANADO – Pengamat Transportasi Kota Manado Terry Umboh menyebut semua transportasi berbasis online yang beroperasi di daerah harus mengikuti aturan yang berlaku, termasuk memiliki kantor cabang/perwakilan. Dengan adanya kantor cabang, penumpang dapat dengan mudah melaporkan keluhan yang mereka alami saat menggunakan jasa transportasi online tersebut.
"Kalau sampai terjadi persoalan antara driver dan konsumennya, konsumen itu akan mengeluh kemana? Mereka tidak punya kantor cabang di daerah, semua pengemudi InDriver ini mendaftar langsung ke kantor pusat di Jakarta lewat online," kata Terry Umboh kepada Kabar Siger, Kamis, 9 Juni 2022.
Menurutnya, penempatan kantor cabang harusnya berlaku untuk semua aplikasi penyedia jasa transportasi online yang beroperasi di daerah, baik yang berasal dari luar negeri, maupun perusahaan lokal.
"Kalau seperti Grab dan Gojek, punya kantor cabangnya di Manado. Jadi kalau ada keluhan, konsumen bisa mendatangi langsung kantornya," ujarnya.
"Tapi untuk InDriver ini, saya sudah sempat sampaikan kepada wali kota untuk mengecek semua kantor penyedia layanan transportasi online, semua harus punya kantor cabang di daerah," imbuh Terry.
Ketiadaan kantor cabang ini, menurut Terry, membuat konsumen tidak memiliki jaminan keamanan saat menggunakan transportasi online tersebut.
"Ya jelas tidak ada jaminan keamanan. Dia menginduk kemana? Kalau mau kontak pusat, kontaknya lewat apa? Sedangkan aplikasi ini hanya menghubungkan driver dengan penumpang. Kalau dia kehilangan apa-apa di mobil, harus mengeluh ke siapa?," kata dia.
Kesuksesan bisnis aplikasi penyedia transportasi online di Indonesia, lanjut Terry, telah membuat aplikator sejenis semakin marak bermunculan. Jika pemerintah tidak tegas menertibkan, hal itu berpotensi merugikan penumpang.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus intervensi, jangan sampai penyedia jasa transportasi online yang baru-baru ini beroperasi tanpa ada koordinasi dengan pemerintah, seperti InDriver ini tiba-tiba muncul, memang bisa jadi pilihan alternatif buat masyarakat, tapi harus ikut aturan juga dong!," tandasnya.
Selain itu, Terry juga menyoroti belum adanya undang-undang yang spesifik mengatur transportasi online di Indonesia sehingga kehadirannya kerap menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Jangan ada kesan pemerintah abai, apalagi sekarang setelah pandemi situasi sudah normal, bisa semakin banyak aplikasi lain yang hadir, jadi makin kacau transportasi di Indonesia," katanya.
Tidak hanya itu, Terry juga meminta kendaraan yang menyediakan jasa transportasi online diberlakukan aturan yang sama dengan kendaraan pelat kuning.
"Masalahnya begini, untuk kendaraan pelat kuning, mereka beri kontribusi pajak dan retribusi ke daerah seperti izin trayek, di uji kir kendaraannya, bayar retribusi macam-macam. Sementara online ini tidak ada. Kalau terjadi kecelakaan, pelat kuning di handle Jasa Raja Raharja, kalau online ini siapa yang handle?," pungkas Terry yang juga Sekretaris organisasi Angkutan Darat (Organda) Sulawesi Utara. (*)