Merger Tiga Maskapai Disebut Erick Thohir Sebut untuk Efektivitas

2023-09-01T19:50:21.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir sebut rencana merger tiga maskapai BUMN, yaitu Pelita Air, Garuda Indonesia dan Citilink untuk menjaga efektivitas penerbangan di Indonesia.

Melansir dari Antara, hal tersebut disampaikan oleh Erick dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI 30 Agustus 2023. “Supaya apa? Efektivitas penerbangan yang ada di Indonesia bisa kita terus kita jaga,” ujarnya.

Industri pesawat terbang di Indonesia menurut Erick sekitar 65% dikuasai oleh swasta sedangkan pemerintah hanya 35% saja. Dengan merger tersebut, nantinya jumlah pesawat yang dimiliki pemerintah mencapai 140 pesawat.

Nantinya dengan merger tiga maskapai tersebut pemerintah akan memiliki tiga segmen pasar sesuai target pasar masing-masing maskapai. Kelas premium untuk target pasar Garuda, premium ekonomi untuk Pelita Air, dan ekonomi untuk Citilink.

“Jadi ini tidak kanibal, ini jadi complementary (saling melengkapi) sesuai target masing-masing,” sebut Erick. 

Erick menyebutkan skema peleburan tiga maskapai tersebut masih dalam pembahasan dan menunggu sejumlah masukan. Erick juga menambahkan Kementerian BUMN nantinya tidak akan melebur ketiga maskapai menjadi satu entitas.

Erick sebelumnya mengatakan rencana merger tiga maskapai tersebut merupakan salah satu upaya menurunkan biaya logistik di Indonesia. Hal tersebut nantinya berimbas untuk meringankan dunia bisnis sehingga mendorong efisiensi yang merupakan agenda utama perusahaan-perusahaan BUMN.

Namun alasan efisiensi tersebut sebenarnya sudah mendapatkan tanggapan dari pengamat penerbangan, Alvin Lie yang menyatakan upaya merger tiga perusahaan tersebut akan membuat perusahaan menjadi sangat besar. 

“Saya justru khawatir, bukannya makin efisien tetapi justru makin tidak efisien,” ujar Alvin.

Alvin khawatir dengan bertambah besarnya organisasinya, nantinya pengambilan keputusan menjadi lebih panjang. Hal tersebut nantinya berakibat pada perusahaan yang akan menjadi kurang berdaya saing dalam merespon dinamika persaingan bisnis.