BPS
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi

JAKARTA - Pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang dimulai pada November 2025 untuk jenjang SMA/SMK sederajat mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Selain berfungsi sebagai alat ukur prestasi akademik, TKA juga dipandang sebagai upaya nyata untuk mewujudkan kesetaraan akses pendidikan bagi semua peserta didik, termasuk siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Pelaksanaan TKA memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh murid dalam menggapai pendidikan yang lebih tinggi. Dirancang secara inklusif, murid SMALB dapat mengasah keterampilan maupun kreatifitasnya, sehingga memberikan ruang bagi murid untuk memperoleh akademik yang layak.
Agus Indra Pratama, Guru Sekolah Khusus Negeri (SKHN) 01 Kota Tangerang Selatan Banten menyatakan, pelaksanaan TKA efektif untuk mendorong kemandirian murid. Dengan sistem evaluasi yang objektif dan setara, murid dilatih untuk belajar mengatur waktu, memahami materi secara mandiri, serta beradaptasi dengan mekanisme penilaian nasional.
“Efektif ya. Sebelum mereka menuju ke sana (TKA), anak-anak SLB ini sudah terpola. Misalkan mereka masuk sekolah jam 08.00 WIB, mereka bisa karena sudah terbiasa dan sudah kita latih,” ujar Agus kepada media.
TKA, sambung Agus, menjadi ajang bagi murid untuk menghadapi tantangan secara mandiri dan meningkatkan kepercayaan diri yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya TKA di lingkup SLB, pendidikan inklusif kian efektif dalam mendorong tumbuh kembang murid. Hal ini tak lepas dari dukungan dan pendekatan guru kepada murid SLB, sehingga TKA menjadi langkah strategis dalam mengeksplor kemampuan dan keterampilan murid.
“Sebelum adanya TKA, murid-murid kita juga sudah mengikuti ujian lain seperti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) dan sudah menggunakan laptop sebagai metode pembelajaran untuk mengenal dunia digital,” imbuhnya.
Kendati demikian, Agus menyebutkan TKA hanya dapat diikuti oleh murid berkebutuhan khusus dengan kategori tuna netra, tuna daksa, serta autis ringan. Hal ini karena materi tes relevan terhadap kemampuan belajar murid. Di sisi lain, kategori tersebut umumnya masih mengikuti kurikulum akademik yang dapat disesuaikan dengan format TKA. Dengan demikian, kemampuan akademik murid dapat diukur sekaligus memadai untuk menggali potensi minat bakat murid.
Terkait kesiapan infrastruktur di lingkup SKHN 01 Kota Tangerang Selatan, Agus menyatakan saat ini telah mendapatkan komputer dari pemerintah. Nantinya, murid akan mengikuti TKA secara bergantian dalam mengakses komputer sekolah. “Kami sudah mendapatkan sumbangan komputer, sekarang itu jumlahnya kalau tidak salah ada lima buah,” kata dia.
Sebagai informasi, TKA merupakan ujian yang diperuntukkan bagi calon murid yang mendaftar melalui jalur prestasi. Meskipun tidak bersifat wajib, hasil TKA menjadi salah satu komponen penting dalam proses asesmen penerimaan mahasiswa baru melalui jalur tersebut.
Pendaftaran TKA 2025 telah resmi ditutup pada 5 Oktober 2025 dengan tingkat partisipasi yang sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, tercatat 3,52 juta calon peserta dari 43.918 satuan pendidikan di seluruh Indonesia telah terdaftar.
Jenjang SMA menjadi penyumbang peserta terbesar dengan 1,75 juta calon peserta, diikuti oleh SMK sebanyak 1,59 juta peserta, dan MA sebanyak 506 ribu peserta. Beberapa satuan pendidikan keagamaan dan sekolah khusus seperti SMTK, SMAK, SMAgK, serta SLB juga berpartisipasi aktif.
Dari sisi moda pelaksanaan, sebagian besar sekolah siap menyelenggarakan TKA secara digital. Sebanyak 73,15 persen sekolah akan melaksanakan TKA secara daring, 12,3 persen semi-daring, sementara 0 persen masih dalam tahap finalisasi moda pelaksanaan. TKA akan berlangsung dalam tiga gelombang utama: gelombang pertama pada 3–4 November, gelombang kedua pada 5–6 November, dan gelombang khusus pada 8–9 November. Setelah itu, sinkronisasi TKA susulan dijadwalkan pada 14–16 November 2025.