Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
BANDARLAMPUNG - Resesi kini menjadi kekhawatiran banyak orang di dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Banyak pihak mulai bertanya-tanya apakah Indonesia akan masuk ke jurang resesi atau tidak?
Hal ini dijawab langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Indonesia kemungkinkan besar tidak bernasib sama seperti beberapa negara lain antara lain Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan dan beberapa negara di Eropa, termasuk juga Sri Lanka.
Kekhawatiran banyak pihak memang ada di inflasi. Inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month on month/MOM). Inflasi tahun kalender adalah 3,19 persen.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35 persen. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55 persen sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017. Sementara itu, inflasi inti mencapai 2,63 persen dan harga yang diatur pemerintah 5,33 persen serta yang bergejolak 10,3 persen.
Dibandingkan banyak negara, inflasi yang terjadi di Indonesia cenderung rendah. Sebab pemerintah mampu menahan kenaikan harga energi lewat subsidi Rp520 triliun. Sehingga masyarakat tidak merasakan beban berat seperti yang dialami negara lain.
Bagi investor reksadana yang mungkin khawatir terhadap kinerja portofolionya di tengah ancaman resesi ekonomi global, berikut ada beberapa hal penting yang bisa dilakukan investor sebelum berinvestasi reksadana yang bisa diterapkan setiap saat.
1. Fokus pada Tujuan
Sebelum berinvestasi, kita harus memiliki tujuan keuangan yang ingin kita capai dan fokus pada tujuan tersebut. Misalkan untuk biaya pernikahan, membangun atau merenovasi rumah, biaya pendidikan anak, hingga modal kerja dan dana pensiun.
Investasi di reksadana juga bisa ditujukan untuk dana cadangan atau darurat, yang bisa kita pakai sewaktu-waktu dalam keadaan penting dan belum kita anggarkan sebelumnya. Setelah kita mengetahui tujuan ini, kita bisa mulai merencanakan investasi.
2. Jangka Waktu Investasi
Kalau kita sudah tahu tujuan investasi kita, maka kita bisa menghitung perkiraan jangka waktu investasi untuk memenuhi tujuan tersebut, mulai dari jangka pendek, menengah hingga jangka panjang.
Misalkan kita ingin menyiapkan dana untuk biaya pernikahan atau anak sekolah tahun depan, maka kita bisa mengeset jangka waktu investasi hanya setahun. Kalau ingin menyiapkan dana pensiun atau modal kerja, berarti investasi tersebut untuk jangka panjang dan biasanya di atas lima tahun.
Jangka waktu investasi ini kemudian berkaitan dengan jenis reksadana yang akan kita pilih. Secara umum, ada empat jenis reksadana tersedia bagi masyarakat di Indonesia, yaitu reksadana pasar uang, pendapatan tetap, campuran dan reksadana saham.
Reksadana pasar uang adalah jenis reksadana yang melakukan investasi pada jenis instrumen investasi pasar uang dangan masa jatuh tempo kurang dari 1 tahun. Jenis reksadana ini cenderung stabil sehingga cocok untuk investasi dalam jangka pendek yaitu sekitar setahun.
Reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari aktivanya dalam bentuk efek utang atau obligasi. Risikonya relatif lebih besar daripada reksadana pasar uang tetapi lebih moderat dibandingkan saham sehingga cocok untuk jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
Reksadana campuran adalah jenis reksadana yang mengalokasikan dana investasinya dalam portofolio yang bervariasi, termasuk saham dikombinasikan dengan obligasi. Risiko reksadana campuran bersifat moderat dengan potensi tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi dibandingkan reksadana pendapatan tetap sehingga cocok untuk jangka panjang di atas 3 tahun.
Reksadana saham adalah jenis reksadana yang menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas atau saham. Risikonya relatif lebih tinggi dari reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap, namun memiliki potensi tingkat pengembalian yang paling tinggi sehingga cocok untuk jangka panjang.
3. Ketahui Profil Risiko
Sebelum berinvestasi, kita sebagai investor juga perlu mengerti karakteristik diri kita yang akan menentukan jenis reksadana yang cocok bagi kita. Umumnya, profil risiko yang menggambarkan karakter investor dalam berinvestasi ini terbagi dalam tiga tipe yaitu tipe konservatif, moderat, dan agresif.
· Tipe konservatif (penghindar risiko/risk averse)
Investor bertipe konservatif ini memiliki profil risiko yang rendah dan cenderung menghindari risiko (risk averse). Dalam hal berinvestasi, investor ini lebih menyukai instrumen investasi yang aman dan takut jika pokok investasi (modal awal) akan berkurang. Selain itu, tipe investor ini juga merasa nyaman dengan instrumen investasi yang imbal hasilnya tidak terlalu besar tetapi bergerak stabil.
Instrumen investasi yang cocok untuk investor dengan profil ini ialah reksadana pasar uang. Investasi ini juga cocok bagi tipe investor ini, meskipun risikonya lebih tinggi dari pasar uang, namun lebih lebih stabil dibandingkan reksadana campuran dan saham.
· Tipe moderat (sedang)
Investor yang berprofil risiko moderat (sedang) ini memliki karakteristik yang siap menerima fluktuasi jangka pendek dengan potensi keuntungan yang diharapkan dapat lebih tinggi dari inflasi dan deposito. Dalam hal ini, pengetahuan soal investasi reksadana bisa bergerak naik atau turun (fluktuatif) sudah dipahami oleh investor. Akan tetapi, mereka tetap saja tidak ingin uangnya hilang sama sekali saat berinvestasi.
Pilihan jenis reksadana yang cocok untuk tipe investor moderat ini adalah reksadana campuran, yang risikonya lebih rendah dari saham namun dengan potensi keuntungan yang tidak kalah menarik.
· Tipe agresif
Pemilik profil risiko agresif sangat siap untung dan juga siap rugi (risk taker). Orang dengan profil risiko agresif siap kehilangan sebagian besar bahkan seluruh dana investasinya demi imbal hasil yang besar. Jenis reksadana yang sesuai dengan tipe investor ini adalah reksadana saham.
4. Disiplin
Disiplin berinvestasi maksudnya kita harus selalu rutin menyisihkan uang di awal bulan sebelum digunakan untuk kebutuhan rutin bulanan, dan bukan menyisakan di akhir bulan setelah digunakan untuk kebutuhan rutin. Hal ini dilakukan agar tujuan keuangan dan perencanaan yang sudah kita buat dapat tercapai sesuai jangka waktunya. Kemudian, meskipun reksadana bisa dicairkan kapan saja, kita bisa menahan untuk terus menyimpannya agar dana tersebut tumbuh hingga tujuan investasi kita tercapai.
Disiplin juga bisa diterapkan untuk investasi besar di pembelian pertama tetapi tidak mengambilnya sebelum keuntungan dan tujuan yang diharapkan dalam jangka panjang tercapai.
Dalam hal ini, seorang investor reksadana tidak perlu panik mengecek portofolio tiap hari dan khawatir ketika nilai investasi berfluktuasi. Sebab, pergerakan naik turun dalam jangka pendek tidak terlalu berarti untuk investasi yang memang ditujukan bagi kebutuhan jangka panjang. (*)