Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendukung upaya ketahanan pangan nasional dengan mengembangkan varietas padi baru yang tahan terhadap cuaca ekstem di Indonesia.
Varietas yang dikembangkan tersebut saat ini sedang diuji agar dapat multitoleran terhadap berbagai kondisi cekaman lingkungan seperti kekeringan ekstem, banjir, dan salinitas
Dalam pengembangan tersebut, BRIN mengembangkan generasi ke-7 dan 8 yang saat ini masih dilakukan tahap pengujian sehingga belum dilepas ke pasar. “Saat ini dalam generasi ke-7 dan 8, sehingga diharapkan dua tahun ke depan bisa dilepas menjadi varietas baru,” ujar Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha dikutip dari Antara, Selasa 29 Agustus 2023.
Dalam mengembangkan varietas baru, BRIN menggabungkan gen dengan seleksi molekuler tidak hanya tahan kekeringan tapi juga tahan salinitas dan kebanjiran yang saat ini sedang dilakukan penelitian dan pengujian pada fase generatif.
Selain itu, BRIN saat ini melakukan uji terhadap fase bibit kondisi terkontrol di rumah kaca dan lahan persawahan untuk melakukan konfirmasi toleransi kekeringan fase bibit. Wilayah yang dijadikan lokasi uji berada di dataran rendah sekitaran Jawa Barat. Kawasan tersebut mewakili kondisi lahan sentra produksi padi di Pulau Jawa.
Sebelummnya Kementerian Pertanian (sekarang sebagian pemulia bergabung dengan BRIN) sebetulnya telah melepas dan menyediakan varietas padi tahan kekeringan yang meliputi varietas jenis Inpari 38 tadah hujan, Inpari 39 tadah hujan, Cakrabuana, Padjdajaran, dan Inpari 42.
Penganekaragaman Pangan
Yudhistira menyebut ketersediaan lahan yang sempit akan menjadi tantangan berat dalam menyediakan pangan. Oleh sebab itu sistem pertanian di Indonesia harus dikelola secara modern melalui penyediaan bibit atau varietas berkualitas dan teknologi budi daya yang lebih presisi, efisien, dan ramah lingkungan.
Selain modernisasi pertanian, Yudhistira menyebut perlu adanya penganekaragaman pangan di Indonesia agar masyarakat tidak bergantung pada beras sebagai makanan pokok. “Diversifikasi pangan juga perlu digalakkan dari sisi produksi melalui pergiliran komoditas tanaman pangan lainnya non-padi (sorgum, jagung, serealia lainnya dan kacang-kacangan)," ujar Yudhistira.
Penganekaragaman pangan pernah disinggung Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi. Dirinya menyebut Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya pangan berbasis kearifan lokal sehingga tidak hanya bergantung pada stok beras sebagai pangan pokok. Perlu adanya penganekaragaman pangan sebagai salah satu exit strategy.
“Beras memang menjadi pangan pokok yang dikonsumsi mayoritas masyarakat Indonesia. Namun masih banyak sumber karbohidrat dan protein yang tersebar di berbagai daerah, misalnya sagu di Indonesia Timur," ujar Arief.
Keberadaan potensi pangan lokal tersebut dapat mengakselerasi keragaman produksi dan menjadi kekuatan dalam menciptakan ketahanan pangan. “Kita ingin ketahanan pangan yang berlandaskan kemandirian dan kedaulatan nasional” tambah Arief. (*)