Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA – Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Amarulla Octavian, menargetkan Indonesia sebagai penyedia utama hidrogen hijau di pasar internasional sebagai bagian dari upaya mencapai misi Net Zero Emission (NZE) 2060.
Hal tersebut disampaikannya di Jakarta dalam acara webinar Prof Talks BRIN bertajuk, "Clean Energy dalam Mendukung Program Rendah Karbon", yang disiarkan secara virtual pada Selasa, 17 Oktober 2023.
"Dengan menggunakan hidrogen sebagai sumber energi yang memiliki potensi besar, Indonesia dapat menjadi pemasok pasar global," papar Amarulla.
Ia menambahkan saat ini, BRIN berfokus pada organisasi riset energi dan manufaktur yang secara spesifik melakukan kajian serta memberikan rekomendasi terkait energi bersih di Indonesia dan menggambarkan secara rinci ekosistem hidrogen.
Amarulla menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut, fokus diberikan pada penguasaan teknologi krusial, seperti kemajuan dalam pengembangan material sel bahan bakar (fuel cell) dan proses elektrolisis.
Selain itu, Amarulla merinci bahwa riset tersebut juga mencakup aspek-aspek teknologi lainnya, seperti teknologi penyimpanan hidrogen, produksi hidrogen hijau, dan pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar dalam sektor transportasi atau kendaraan hidrogen.
"Upaya tersebut merupakan bagian dari komitmen untuk mencegah peningkatan suhu global," jelas Amarulla.
Selain itu, BRIN juga sedang melakukam riset tentang teknologi penggunaan kembali karbon dan bahan bakar karbon netral. Pasalnya, kedua riset tersebut akan menjadi bagian penting untuk mewujudkan NZE 2060.
“Untuk mengurangi emisi dari proses industri dan transportasi,” ujar Amarulla.
Pada kesempatan tersebut, Amarulla juga mengajak semua pihak terkait untuk memberikan dukungan pada perkembangan teknologi yang bersahabat dengan lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca, seperti CO2.
“Dengan keseluruhan langkah ini, kita dapat menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dengan emisi netral karbon,” kata Amarulla.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sedang mengupayakan pengembangan sumber energi baru terbarukan (EBT), termasuk hidrogen, amonia, dan nuklir, sebagai bagian dari langkah-langkah menuju transisi energi dan pencapaian target NZE pada 2060.
Di samping itu, pemerintah juga telah berkomitmen untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan tujuan menjadikannya sebagai sumber energi utama negara pada masa mendatang.
Namun demikian, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengajukan permintaan agar revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26/2021, terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang telah melalui proses harmonisasi tersebut segera diumumkan.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menilai, sekalipun revisi Permen ESDM soal PLTS atap tidak ideal, namun merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap dan konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini.
"Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh," ujar Fabby dalam keterangan tertulis, Senin, 11 September 2023.
Sehingga, dengan diumumkannya regulasi tersebut memiliki potensi memberikan kejelasan bagi konsumen yang berkeinginan menginstal PLTS Atap dan pelaku usaha, sekaligus mendukung pencapaian target Program Strategis Nasional (PSN) PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2025.
Diketahui, dua poin yang akan direvisi dalam Permen ESDM Nomor/27/2021 adalah penghapusan batasan kapasitas per pelanggan selama kuota pelanggan PLTS atap masih tersedia, dan perubahan dalam perhitungan ekspor listrik agar tidak lagi dianggap sebagai pengurang tagihan.(*)