Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa dorongan program hilirisasi nikel membuat kinerja ekspor nikel dengan kode HS 75 melonjak sejak tahun 2015.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti membeberkan bahwa, ekspor nikel untuk kode HS 75 mencatatkan nilainya sepanjang 2023 ini meningkat US$4 miliar atau setara Rp61,2 triliun (kurs Rp 15.300).
"Ekspor nikel kode HS 75 meningkat signifikan dari tahun 2015, dengan program hilirisasi yang difaslitasi pemerintah telah mendorong untuk naik lebih dari US$4 miliar atau 5 kali lipat dari 2015," Katanya dalam rilis BPS pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Pro kontra program andalan Presiden Joko Widodo ini terus bergulir usai salah satu ekonom senior Faisal Basri menilai 90% upaya hilirisasi nikel hanya menguntungkan Cina.
Hal tersebut langsung disanggah Jokowi dengan mengatakan, hilirisasi nikel justru telah membawa keuntungan bagi Indonesia dan ia mempertanyakan hitung-hitungan dari Faisal Basri.
Nampak belum usai, Faisal Basri lagi-lagi merespon jawaban Presiden. Menurut Faisal, angka yang disampaikan oleh Jokowi tidak jelas hitungannya.
Faisal memaparkan data, jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per US$.
Lalu, ia mempertanyakan dari mana angka Rp510 triliun tersbeut. Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah US$27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar RP14.876 per US$, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun.
Ia tak menampik memang ada lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat. Namun ia kembali mempertanyakan kemana larinya uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia. (*)