Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
JAKARTA - Tren perampingan kantor cabang bank terus berlanjut di tengah era digitalisasi. Berdasarkan data statistik perbankan Indonesia (SPI) dibandingkan dengan Desember 2021, jumlah kantor cabang bank umum berkurang atau tutup 6.565 kantor cabang pada April 2022 menjadi 25.771 kantor cabang.
Penutupan jumlah kantor cabang oleh bank umum pada periode Maret-April 2022 lebih rendah dibandingkan dengan periode Februari-Maret 2022. Jumlah kantor cabang yang dinonaktifkan pada Maret-April 2022 sebanyak 254 kantor cabang. Sementara itu, pada Februari-Maret 2022 mencapai 10x lipat lebih banyak atau mencapai 2.505 kantor cabang.
Berdasarkan kategori, bank persero atau bank milik negara paling agresif dalam merampingkan kantor cabang. Selama periode Desember 2021-April 2022, jumlah kantor cabang bank persero berkurang 4.884 atau 74,39 persen dari total kantor cabang yang ditutup pada periode tersebut. Per April 2022 jumlah kantor cabang di bank persero sebanyak 13.298 kantor.
Sementara itu, jumlah kantor cabang swasta nasional berkurang 587 selama 4 bulan pertama 2022. Total pada April 2022 terdapat 8.443 kantor cabang bank swasta nasional.
Lebih lanjut, jumlah kantor cabang bank pembangunan daerah (BPD) mencapai 4.007 kantor per April 2022, berkurang 1.120 kantor cabang. Terbesar kedua yang mengalami perampingan setelah bank milik negara.
Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan perampingan atau penutupan kantor cabang yang dilakukan bank menandakan bahwa bank tersebut makin sangat adaptif di era digital.
Dia mengaku terkejut dengan adopsi digital di bank-bank milik negara. Pasalnya, selama ini BUMN diasumsikan paling lambat dalam bertransformasi ke digital. Namun kondisi yang terjadi di bank-bank persero mematahkan asumsi tersebut.
“Saya menduga bank milik negara telah berubah paradigmanya. Dahulu bank-bank negara suka membangun kantor cabang. Karena untuk memperbesar pasar harus bangun kantor. Sekarang sudah berbeda di era digital,” kata Doddy.
Di tengah era digital, kata Doddy, di wilayah-wilayah yang telah memiliki cakupan internet bagus seperti di Pulau Jawa dan Sumatra, bank milik negara mulai memangkas kantor cabang dan menggantinya dengan agen laku pandai.
Dengan agen laku pandai, lanjutnya, siapa saja dapat mengakses layanan perbankan hingga membuka tabungan tanpa harus ke kantor cabang.
“Bank negara geraknya cepat. Saya terkejut. Itu akan sangat memangkas ongkos. Bank yang dahulu digambarkan lambat, ternyata responsif terhadap perubahan. Bahkan lebih dari bank swasta,” kata Doddy.
Berdasarkan pengamatannya, sejak 2017 bank milik negara gencar dalam merampingkan kantor cabang. Jumlah kantor cabang, berdasarkan data yang dimiliki Doddy, berkurang 20 persen setiap tahunnya.
Dia mengatakan ke depan era bank akan mengarah pada bank satelit. Dalam satu lokasi, tidak dibangun kantor cabang yang butuh ongkos besar, melainkan sebuah smart atm yang di sana terdapat 1-3 orang pegawai bank saja.
“Bukan sekadar tarik tunai, layanan perbankan seperti membeli valas, bertanya tentang kredit, bunga dan lain-lain bisa di sana semuanya,” ujar Doddy. (*)