Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA - Keputusan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang merumuskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 terkait tarif bea keluar konsentrat mineral logam diharapkapkan bisa mempercepat hilirisasi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan bea keluar mineral dapat menjadi jalan tengah dibanding pelarangan total ekspor bijih mentah bagi pemerintah.
"Dengan hadirnya ketentuan baru bea keluar justru mempercepat proses hilirisasi. Diharapkan produk mineral dan batu bara (minerba) yang keluar sudah bukan lagi dalam bentuk olahan primer tapi sudah berbentuk jadi," katannya kepada TrenAsia jaringan Kabarsiger dikutip Selasa, 8 Agustus 2023.
Bhima menambahkann dengan PMK tersebut, harapannya pemerintah dapat memanfaatkan kebijakan tarif ini dan bisa menegosiasikan gugatan WTO (Word Trade Organization) adalah sebuah organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional oleh negara tujuan ekspor agar tak berbuntut panjang.
Bhima kembali menyoroti, jangan sampai setelah peraturan ini keluar justru hilirisasi masih tanggung sehingga menciptakan banjir produk ke negara ini sendiri, justru bukan menguntungkan.
Bhima mencontohkan, salah satunya PT Freeport Indonesia (PTFI) diketahui berencana melayangkan gugatan kepada pemerintah terkait keluarnya aturan baru mengenai tarif bea keluar konsentrat mineral logam.
Ia mengatakan hal ini bisa saja sebagai akibat ats lambannya proses pembangunan smelter yang harus diselesaikan Freeport. Menurut Bhima saat ini, pemerintah memang sedang antisipasi penurunan harga beragam komoditas minerba tahun 2024 sehingga pendapatan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dikejar.
"Freeport kan sudah diberi waktu ya untuk selesaikan smelter. Mungkin karena progressnya lambat jadi kebijakan bea keluar harus diambil," tandasnya.
Sebelumnya, Dilansir dari Reuters, Freeport Indonesia (PTFI) diketahui berencana melayangkan gugatan kepada pemerintah terkait keluarnya aturan baru mengenai tarif bea keluar konsentrat mineral logam.
Dalam dokumen pengajuan di Securities Exchange Comission (SEC) AS, perusahaan menyebutkan Freepot Indonesia diberikan izin ekspor pada 24 Juli 2023 untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga.
Namun, dalam pengajuan di SEC tersebut, Freeport Indonesia menentang pengenaan bea ekspor baru yang diberlakukan Pemerintah Indonesia atas ekspor yang dilakukan perusahaan. Dokumen itu menyebutkan bahwa di bawah izin penambangan khusus Freeport Indonesia 2018, tidak ada bea yang diperlukan setelah smelternya setidaknya setengah selesai.
Freeport diketahui keberatan karena harus membayarkan bea keluar padahal perkembangan pembangunan smelter sudah mencapai 75%.(*)