Suku Bunga Kredit baru Bank Masih Tinggi

Yunike Purnama - Rabu, 26 Mei 2021 13:50
Suku Bunga Kredit baru Bank Masih TinggiIlustrasi suku bunga kredit. (sumber: freepik)

Kabarsiger.com, JAKARTA – Fungsi intermediasi perbankan melambat. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit pada April 2021 masih terkontraksi. Yakni, minus 2,28 persen secara tahunan. Meski demikian, ketahanan sistem keuangan tetap terjaga.

“Masih lambatnya kredit perbankan disebabkan oleh belum kuatnya permintaan kredit dari dunia usaha,” papar Gubernur BI Perry Warjiyo usai rapat dewan gubernur (RDG), kemarin (25/5/2021).

Selain itu, juga persepsi risiko kredit dari perbankan yang masih relatif tinggi.

Perry memperkirakan, kredit perbankan akan mulai meningkat pada triwulan II 2021. Sejalan dengan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi, kinerja korporasi, serta melonggarnya indeks lending standar perbankan. Hingga akhir tahun, setidaknya akan tumbuh sesuai 5-7 persen.

Dalam RDG tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen.

Keputusan itu konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah. Juga, dalam upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar, diharapkan mendorong suku bunga kredit perbankan terus turun.

Walaupun masih terbatas Perry mengatakan, suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan telah turun sebesar 174 basis poin (bps) year-on-year (YoY). Menjadi 8,9 persen per Maret 2021. SBDK bank badan usaha milik negara (BUMN) menunjukkan penurunan terdalam di antara kelompok bank lainnya. Tepatnya sebanyak 270 bps YoY.

Namun, penurunan SBDK tersebut belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru yang hanya 59 bps YoY. “Kelompok bank pembangunan daerah (BPD), bank umum swasta nasional (BUSN) dan bank BUMN masing masing mencatatkan 34 bps YoY, 52 bps YoY dan 55 bps YoY,”paparnya.

Justru kelompok kantor cabang bank asing (KCBA) yang mengalami penurunan suku bunga kredit baru paling signifikan. Yaitu mencapai 158 bps YoY.

Dalam kesempatan itu, BI juga menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit. Dari semula 2 persen menjadi 1,75 persen per bulan yang berlaku mulai 1 Juli mendatang.

“Dalam rangka mendukung transmisi kebijakan suku bunga dan efisiensi transaksi nontunai,” imbuh Perry.

Dilansir dari Katadata, Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan menilai, intermediasi perbankan akan membaik di tahun ini.

Seiring berbagai kebijakan stimulus fiskal, moneter dan makroprudensial juga telah dikeluarkan. Seperti pembebasan PPn sektor otomotif dan pelonggaran aturan Loan to Value Ratio (LTV) bagi perbankan untuk memacu pertumbuhan kredit.

Kinerja Bank Mandiri pada kuartal I 2021 terus membaik dengan kualitas yang terjaga. Tercatat, kredit Bank Mandiri secara ending balance tumbuh 9,1 persen YoY. Sedangkan secara average balance, tumbuh 8,1 persen YoY.

“Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 4,4 persen, kami melihat pertumbuhan kredit akan membaik sekitar 5 persen,” kata Panji.

Sementara itu, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, pemulihan ekonomi sektoral juga sudah terlihat membaik. Beberapa sektor mulai terlihat pulih lebih cepat. Terutama yang terkait kebutuhan pokok. Baik itu produksi, distribusi dan perdagangannya. “Seperti industi makan dan minum, pendidikan, jasa kesehatan, air, listrik, informasi dan komunikasi,” terangnya.

Menurut dia, pemulihan ekonomi nasional sudah bergerak ke sektor durable goods dan turunannya. Misalnya, industri manufaktur, angkutan darat dan logistik, serta pertambangan. Di tahap akhir, pemulihan ekonomi akan terjadi di sektor angkutan udara, perhotelan, dan properti untuk segmen menengah atas.

Di sisi lain, komoditas seperti minta kelapa sawit alias crude palm oil (CPO), batu bara, minyak mentah, dan nikel menjadi faktor penting yang membantu pemulihan perekonomian. Khususnya di wilayah berbasis komoditas. Seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

“Harga-harga komoditas penting bagi Indonesia seperti CPO, batubara, minyak, dan nikel sudah tinggi. Ke depan, harga-harga komoditas secara rata-rata masih akan di level yang relatif tinggi dibandingkan tahun lalu,” beber Andry.(*)

Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS