Pengamat: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jadi Cermin Permasalahan Tata Ruang

Redaksi - Senin, 06 Maret 2023 05:36
Pengamat: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jadi Cermin Permasalahan Tata RuangSuasana permukiman penduduk yang hangus terbakar dari dampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta. (sumber: trenasia.com)

JAKARTA - Pakar energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai kebakaran depo Pertamina Plumpang terjadi lantaran permasalahan mendasar yakni tata ruang yang tumpang tindih.

Menurutnya, lokasi depo tersebut seharusnya tidak berbenturan dengan permukiman warga. Objek vital tersebut seharusnya berjarak aman sesuai standar yang berlaku. Sementara yang terjadi di lapangan, lokasinya berdekatan dengan lokasi padat permukiman dan objek vital lainnya seperti jaringan listrik PLN dan pelabuhan Pelindo.

Selain itu, perlu juga dirunut siapa yang paling dulu ada di lokasi tersebut. Hal ini bisa dicek ulang lewat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang sudah disusun Pemda dan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).

“Untuk wilayah yang vital itu harus ada garis (jarak) sebagai pembatasnya. Kalo melihat lokasi depo tersebut, di situ ada juga PLN dan Pelindo semua punya kepentingan masing-masing. Jadi memang masalahnya tata ruang,” kata Iwa kepada TrenAsia.com, Sabtu, 4 Maret 2023.

Mengingat kebakaran di lokasi yang sama sudah terjadi 3 kali yakni tahun 2009, 2017 dan 2023, artinya ada mekanisme standar keamanan yang tidak dijalankan. Sejatinya ada mekanisme pengecekan rutin kondisi dan keamanan objek vital yang dilakukan minimal 5 tahun sekali untuk memastikan kelaikan operasional.

Kejadian kebakaran ketiga kali ini juga mencerminkan bahwa perusahaan baru akan bergerak setelah ada kejadian bencana.

“Ironis juga, kok bisa ada depo yang vital dekat dengan permukiman. Itu tidak bagus. Kalau terjadi sesuatu meledak kebakaran dampak ke masyarakat. Ini dari awal harusnya merujuk ke tata ruang dan ditata,” tambah Iwa.

Relokasi Permukiman Warga
Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga menilai objek vital negara yang memiliki risiko bahaya kebakaran dan bahaya lainnya perlu dilihat jarak terdekatnya dengan pemukiman.

Depo Pertamina Plumpang yang telah berdiri sejak tahun 1974 saat itu lokasi sekitarnya masih belum padat penduduk. Sehingga warga yang belakangan bermukim di sana perlu dicek kembali izin tinggal mereka. Jangan sampai mereka menjadi korban karena ketidaktahuan akan risiko bahaya dan karena melanggar aturan.

“Potensi risiko kebakaran itu minimum radius radiasi panasnya di 50 meter. Ini perlu diperhatikan juga,” kata Daymas.

Saat ini dibutuhkan analisa mendalam terkait pemindahan lokasi depo ataupun relokasi permukiman warga. Analisa tersebut harus mencakup dampak sosial ekonomi. Mengingat keberadaan depo yang sudah lebih dulu ada di Plumpang, kemungkinan akan lebih strategis jika yang direlokasi adalah permukiman warga.

Sikap Reaktif
Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan akan menata ulang lokasi zonasi di sejumlah objek vital nasional (obvitnas) yang dikelola BUMN. Tujuannya agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Hal ini ia katakan usai mengunjungi lokasi kebakaran depo Pertamina Plumpang.

"Sejak awal kita sudah menekankan kepada seluruh BUMN yang masuk menjadi kawasan objek vital, saya rasa tidak hanya kilang, tapi juga pupuk yang seperti saya tinjau di Sumatera Selatan, itu pun buffer antara titik keamanan dan tentu titik masyarakat masih terlalu dekat," ujar Erick.

Untuk itu, Erick akan menata ulang seluruh objek vital yang dikelola BUMN, baik itu Pertamina, PLN, dan Pupuk Indonesia agar memiliki batasan yang jelas dan aman bagi masyarakat.

Erick menyampaikan penataan ulang batasan obvitnas dengan permukiman menjadi sebuah keharusan agar insiden terbakarnya Terminal BBM Plumpang tidak terulang kembali. Wakil Presiden KH Maruf Amin, ucap Erick, juga telah mengarahkan agar Pertamina segera mencari solusi terhadap permukiman penduduk yang berada di area sekitar TBBM maupun kilang.

"Tetapi dengan segala hal yang kita inginkan bersama, semoga ini juga menjadi solusi bahwa masyarakat mengerti bahwa kawasan itu tidak aman dan jangan ditinggali kembali. Tadi Bapak Wapres sudah mengarahkan nanti kawasan ini akan dicari solusi oleh Pertamina dan Pelindo berikan waktu," ucap Erick.

Erick menegaskan akan terus mengawal kasus hingga tuntas. Erick memastikan proses penanganan terhadap korban dan masyarakat terdampak harus menjadi prioritas utama bagi Pertamina.(*)

Editor: Redaksi
Tags tata ruang kota Bagikan

RELATED NEWS