Outlook IKNB 2023: Pembiayaan Hijau, Privatisasi Asuransi dan Konsolidasi Dana Pensiun

Yunike Purnama - Rabu, 11 Januari 2023 13:38
Outlook IKNB 2023: Pembiayaan Hijau, Privatisasi Asuransi dan Konsolidasi Dana PensiunSektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang meliputi pembiayaan, asuransi, dana pensiun dan lembaga keuangan mikro tahun 2023 diprediksi bakal terus tumbuh. (sumber: Ist)

BANDAR LAMPUNG - Sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang meliputi pembiayaan, asuransi, dana pensiun dan lembaga keuangan mikro tahun 2023 diprediksi bakal terus tumbuh meski tak jauh berbeda dengan capaian tahun lalu.

Di industri pembiayaan misalnya, tren seperti pembiyaan hijau oleh UMKM diprediksi akan muncul. Lalu di industri asuransi misalnya, aksi investor asing buru dan akuisisi perusahaan asuransi lokal kiranya akan marak.

Sementara di industri dana pensiun, konsolidasi akan kian terjadi menyusul rencana IFG menyatukan dapen BUMN lewat Bahana TWC Investment yang memicu DPPK lain ke arah serupa. Lalu bagaimana detailnya? Simak rangkuman TrenAsia.com jaringan Kabarsiger.com berikut:

Green Financing oleh Multifinance

Kepala Departemen Surveillance dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK, Henry Rialdi mengindikasikan bahwa regulator akan merilis kebijakan baru di 2023 demi mendorong pertumbuhan multifinance pasca periode black swan atau tahun-tahun penuh kejutan.

Kebijakan yang dimaksud adalah revisit sektor-sektor yang masuk dalam klasifikasi taksonomi hijau agar lebih selaras dengan program transisi energi pemerintah. Lebih rinci, pembiayaan hijau juga diupayakan bisa dilakukan oleh perusahaan dengan skala UMKM.

“Ada satu hal yang akan dilakukan di 2023. Setelah meluncurkan Taksonomi Hijau 1.0, kami tahun ini akan lakukan revisit klasifikasi sektor-sektornya agar lebih selaras dengan program energi baru terbarukan pemerintah. Aplikasi Taksonomi hijau juga belum diaplikasikan di segment UMKM karena belum cost efficient," kata Henry kepada TrenAsia.com, Selasa, 10 Januari 2023.

Secara umum perusahaan multifinance diharapkan memiliki langkah antisipasi yang lebih baik untuk menghadapi risiko di hadapan ancaman resesi. OJK tengah mengkaji beberapa sektor yang dirasa perlu diberi insentif menyesuaikan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi global dan domestik.

“Kuncinya agar perusahaan pembiayaan bisa tumbuh sehat harus diperkuat dari sisi struktur institusinya agar punya kemampuan tumbuh lebih baik ke depan," tambah Henry.

Pengamat Asuransi dari Kupasi, Dedi Dwi Kristianto optimistis IKNB termasuk multifinance akan tumbuh sehat tahun ini jika melihat data per kuartal III-2022 lalu. Industri pembiayaan tumbuh sekitar 10,68% secara tahunan di kuartal III-2022, menunjukan bahwa sektor ini memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang di tahun 2023 ini yang dikerek oleh sektor andalan.

Tahun lalu pembiayaan sektor andalan seperti tambang dan penggalian tumbuh Rp11,96 triliun dan sektor otomotif berkontribusi sebesar 74,9% dari total pembiayaan. Adapun secara fundamental, perekonomian Indonesia tumbuh 5,72% di kuartal III-2022 yang menjadi modal dasar bagi industri pembiayaan.

Secara keseluruhan, OJK mencatat outstanding piutang pembiayaan tumbuh 12,96% secara tahunan pada November 2022 menjadi sebesar Rp409,5 triliun, didukung pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 32,8% secara tahunan dan 23,1% secara tahunan.

Digitalisasi pun mau tidak mau harus dijalankan perusahaan multifinance untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan dengan sektor keuangan lainnya.

“Kita boleh optimis dan menaruh harapan yang besar pada OJK jilid ini untuk pembenahan yang telah dilakukan, contohnya pengesahan UU PPSK yang juga menyentuh lembaga keuangan mikro sehingga bisa menghadirkan kepastian bagi masyarakat," kata Dedi kepada TrenAsia.com.

Asuransi Lokal Kian Diminati Asing

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono memperkirakan aksi caplok asuransi lokal oleh perusahaan asuransi global yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia akan menjadi salah satu tren di 2023.

Hal ini dipicu oleh pertumbuhan industri asuransi Indonesia yang relatif tinggi dibanding negara-negara lain, yang menggiurkan bagi investor asing.

Tercatat, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan November 2022 mencapai Rp280,24 triliun atau tumbuh sebesar 0,44% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Jika dirinci, akumulasi premi asuransi umum tumbuh sebesar 14,06% secara tahunan selama periode yang sama hingga mencapai Rp106,91 triliun. Sementara akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar 6,45% secara tahunan mencapai Rp173,33 triliun karena adanya pengaturan penjualan unit link yang lebih ketat lewat  SE OJK Nomor 05 Tahun 2022.

Secara umum industri asuransi diperkirakan masih tumbuh positif di 2023 mengingat pertumbuhan PDB Indonesia yang saat ini di kisaran 5%. Potensi lainnya yang juga turut menarik minat investor asing adalah tingkat penetrasi asuransi Indonesia masih cukup rendah dibanding negara lain dan masih banyak aktivitas bisnis baik secara perusahaan atau individu yang belum tercover asuransi.

“Secara regulasi kita memperkenankan perusahaan global memiliki maksimal 80% kepemilikan tapi harus berbadan hukum Indonesia. Untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan modal tambahan untuk kebutuhan perkembangannya bisa saja menawarkan ke mitra asing yang memiliki modal lebih besar," kata Ogi belum lama ini.

Konsolidasi Dana Pensiun

Sektor dana pensiun (dapen) diprediksi akan marak melakukan aksi konsolidasi. Belum lama ini holding pelat merah IFG melalui anak usahanya PT Bahana TWC Investment menggandeng 8 dapen BUMN untuk pengelolaan bersama investasi secara terintegrasi.

Aksi ini dipicu oleh banyaknya jumlah dapen BUMN namun secara ukuran dana kelolaan atau AUM sangat mini sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

Sementara di luar dapen BUMN, jumlah dapen baik yang Dana Pensiun Pemberi Kerja atau DPPK (dibentuk oleh perusahaan untuk mengelola program pensiun karyawannya) maupun yang Dana Pensiun Lembaga Keuangan atau DPLK (dibentuk oleh perusahaan asuransi atau perbankan untuk membantu perusahaan yang tidak memiliki DPPK mengelola dana pensiun karyawannya) juga turun.

Berkurangnya jumlah DPPK dipicu oleh program PPMP (Program Pensiun Manfaat Pasti) yang sudah kurang relevan di era gelombang PHK saat ini. Sehingga DPPK yang programnya PPMP terpaksa likuidasi.

Sementara itu jumlah DPLK sendiri makin berkurang karena margin yang didapat makin tipis. DPLK masih tumbuh meski di bawah 2 digit. Tantangan terbesar adalah mengeduksi masyarakat bahwa dapen penting untuk menjaga gaya hidup mereka saat ini ketika terjadi apa-apa di kemudian hari.

Tren konsolidasi ini diperkirakan masih akan berlanjut di 2023

“Walaupun tahun 2022 adalah tahun yang kelam dan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada industri keuangan non bank karena banyaknya kasus gagal bayar karena salah kelola dan kurangnya pengawasan ketat, tahun 2023 ini kita boleh optimistis dan positifnya dengan konsolidasi dapennya jadi makin sehat dan kuat," kata Dedi.(*)

Editor: Redaksi
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS