Otak Baru Buat Huawei Bangkit dan Bertahan
Yunike Purnama - Senin, 02 Oktober 2023 14:07CHINA - Huawei kembali menunjukkan tajinya. Meski terbatas lantaran pemberlakuan sanksi dagang, Huawei mampu bergelut dan bertahan. Hal ini ditunjukkan dengan rilisnya ponsel pintar Mate 60 Pro 5G versi baru.
Rilisnya ponsel model ini terjadi setelah beberapa bulan sebelumnya, wakil ketua Huawei Eric Xu Zhijun menolak gagasan peluncuran 5G baru. Ia berdalih bahwa perusahaanmemerlukan persetujuan Departemen Perdagangan AS untuk chip 5G .
Namun nyatanya, Huawei mengejutkan banyak orang dengan kampanye pra-penjualan untuk Mate 60 Pro dan Mate 60 Pro+ pada akhir Agustus. Ini menandakan Huawei kembali meramaikan pasar ponsel pintar setelah terkena sanksi pada 2018.
"Otak" Adalah Kunci
Mengutip Gizmochina, kembalinya Huawei ke pasar ponsel ditenggarai oleh chipset. Hanset baru Huawei ini hadir dengan unit pemrosesan pusat (CPU) yang dirahasiakan. Namun, chipset ubu diyakini sebagai Kirin 9000s.
Baik Huawei maupun pembuat chip di daratan Tiongkok, SMIC, bungkam tentang system-on-a-chip (SoC) yang digunakan. Kerahasiaan ini telah memicu spekulasi dan perdebatan tentang bagaimana Huawei berhasil memproduksi chip tersebut, terutama di bawah sanksi ketat AS.
Chip tersebut diduga dibuat melalui teknik yang mengabaikan pembatasan. Jika dikonfirmasi, ini tentunya dapat membuktikan pelanggaran sanksi oleh AS.
Badai Belum Berlalu
Meskipun peluncuran ponsel baru Huawei membangkitkan kebanggaan nasionalis pada platform media sosial Tiongkok , hal ini juga memicu wacana mengenai keterbatasan sanksi perdagangan dalam mengekang pertumbuhan teknologi.
Sebagaimana diketahui, keberhasilan ponsel pintar ini menantang keefektifan sanksi perdagangan AS. Pasalnya, sejumlah para analis mengindikasikan bahwa Huawei telah melampaui target pengirimannya.
Banyak yang bertanya-tanya bagaimana kebangkitan ini akan mempengaruhi pesaing seperti Apple dan model andalan Android lainnya sehingga memberikan tekanan tambahan pada industri ponsel pintar yang sedang mengalami kemerosotan.
Meski demikian, perlu dcatat bahwa kebangkitan Huawei bukan hanya sebuah kemenangan bagi perusahaan. Hal ini turut menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sanksi perdagangan sebagai alat untuk membendung teknologi.
Jika sebuah perusahaan yang berada di bawah pembatasan tersebut dapat berinovasi untuk mengatasinya, hal ini akan memicu pertimbangan ulang mengenai bagaimana kebijakan perdagangan diberlakukan dan ditegakkan.
Sementara itu, kemampuan Huawei untuk mempertahankan momentum ini bergantung pada pasokan komponen-komponen utama yang stabil dan mengatasi keterbatasan yang diberlakukan AS pada rantai pasokannya.(*)