OJK: Industri Perbankan Indonesia Tahan Banting di Tengah Kondisi Ketidakpastian Ekonomi Global
Yunike Purnama - Kamis, 11 Januari 2024 05:54JAKARTA - Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyampaikan bahwa industri perbankan Indonesia menunjukkan ketahanan yang baik pada November 2023.
Meskipun dihadapkan dengan ketidakpastian ekonomi global dan potensi perlambatan pertumbuhan, beberapa indikator kunci menunjukkan kinerja yang resilien, didukung oleh tingkat profitabilitas dan permodalan yang relatif tinggi.
Hal ini didukung oleh tingkat profitabilitas (Return on Asset/ROA) sebesar 2,73% (meningkat dari Oktober 2023: 2,73%) dan permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang relatif tinggi, mencapai 27,89% (naik dari Oktober 2023: 27,44%).
“Di tengah kondisi ketidakpastian global dan prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi global, industri perbankan Indonesia per November 2023 tetap resilien dan berdaya saing,” ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Selasa, 9 Januari 2024.
Pertumbuhan Kredit dan Kepemilikan Bank
Pada November 2023, sektor perbankan mencatat pertumbuhan kredit sebesar Rp618,43 triliun atau tumbuh 9,74% secara year-on-year (yoy), yang menjadi indikator positif bagi industri. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja, mencapai 10,14% yoy.
Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan sebesar 12,13%, dan menyumbang 45,81% dari total kredit perbankan.
Kontribusi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Industri perbankan turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional melalui pembelian obligasi korporasi non-bank dan Surat Berharga Negara (SBN).
Kepemilikan sektor perbankan terhadap obligasi korporasi mencapai Rp269,46 triliun, sedangkan kepemilikan SBN mencapai Rp1.436,31 triliun.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Likuiditas
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada November 2023 mencapai Rp8.216,21 triliun, tumbuh sebesar 3,04% yoy, dengan deposito menjadi kontributor pertumbuhan terbesar sebesar 3,50% yoy.
Beberapa faktor yang memengaruhi perlambatan pertumbuhan DPK antara lain adalah tingginya pertumbuhan DPK selama pandemi yang menyebabkan efek dasar tinggi pada pertumbuhan selanjutnya, penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan, serta peningkatan konsumsi masyarakat dengan berakhirnya status pandemi.
Likuiditas industri perbankan tetap dalam level yang memadai, dengan rasio likuiditas jauh di atas kebutuhan pengawasan.
Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 115,73% dan 26,04%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Kualitas Kredit dan Penurunan Kredit Restrukturisasi
Kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Nonperforming Loan (NPL) net perbankan sebesar 0,75% dan NPL gross sebesar 2,36%.
Jumlah kredit restrukturisasi COVID-19 melanjutkan tren penurunan menjadi Rp285,32 triliun, turun Rp15,84 triliun dari Oktober 2023, dengan jumlah nasabah yang terkena dampak berkurang sekitar 80 ribu nasabah.
Penurunan jumlah kredit restrukturisasi dan NPL memberikan dampak positif pada penurunan rasio Loan at Risk (LAR) menjadi 11,61%. Adapun kredit restrukturisasi COVID-19 yang bersifat targeted mencapai 42,5% dari total porsi kredit restrukturisasi sebesar Rp285,32 triliun.
Di sisi risiko pasar, penurunan yield pada November berdampak pada penurunan unrealized loss perbankan. Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan juga mengalami penurunan menjadi 1,58%, masih jauh di bawah threshold 20%.
- Alasan ADMR Akuisisi Alam Tri Cakra Indonesia dari ADRO dengan Transaksi Rp376 Miliar
- Jadwal Terbaru Right Issue Bank Mayapada (MAYA)
- Bidik Dana IPO Rp532,95 Miliar, Begini Kondisi Keuangan Adhi Kartiko Pratama (NICE)
Rencana Bisnis Bank Umum (RBB)
OJK telah menerima Rencana Bisnis Bank Umum (RBB) tahun 2024-2026, yang mencakup proyeksi pertumbuhan kredit, DPK, penerbitan produk baru, aktivitas perbankan, pengembangan infrastruktur teknologi informasi, pengembangan organisasi dan SDM, serta perubahan jaringan kantor.
Prudential meeting dengan masing-masing bank akan dilakukan untuk fine-tuning RBB guna meningkatkan kontribusi perbankan bagi perekonomian nasional sambil menjaga profil risiko bank dan stabilitas sistem keuangan.(*)