Menilik Peluang IPO GoTo, Berikut Penjelasan Analis
Yunike Purnama - Selasa, 15 Maret 2022 19:30BANDARLAMPUNG - PT GoTo Gojek Tokopedia resmi memulai rangkaian rangkaian menuju go public alias Initial Public Offering. Berdasarkan prospektus yang tayang hari ini, startup dengan ekosistem terbesar di Indonesia itu akan menawarkan sebanyak banyaknya 52 miliar saham, setara 4,39% saham, dan sedikit dikitnya 48 miliar saham.
Dari pelaksanaan IPO tersebut, GoTo menargetkan bisa menghimpun dana Rp17,9 triliun. Dimana darga IPO berada di kisaran Rp316 - Rp346/unit.
Dengan rentang harga tersebut, apakah IPO GoTo ini menarik? Terlebih lagi bila melihat laporan keuangan GoTo terdapat akumulasi rugi bersih dan rugi tahun berjalan cukup besar.
CEO Sucor Sekuritas, Bernadus Setya Ananda Wijaya, mengatakan tidak ada perusahaan startup, terutama tech company, yang melakukan IPO dalam keadaan sudah untung. Perusahaan seperti Amazon, Tesla, hingga SEA Limited masih merugi ketika melantai di Bursa Wall Street, Amerika Serikat.
"Rugi GoTo ini tentu bukanlah kejutan. Sebagai disruptor yang saat ini memiliki ekosistem terbesar, tentunya mereka banyak menghabiskan banyak uang untuk investasi dan ekspansi demi meningkatkan jumlah pelanggan. Namun bukan berarti IPO mereka tidak menarik," ujarnya dilansir dari CNBC Indonesia.
- Telkomsel Helat Meet Cast Indonesian Esport Legends Bersama Livy Renata dan RRQ Kenboo
- Bukan Organisasi Wartawan, PPWI Bisa Rusak Nama Baik Pers
- Mahasiswa IIB Darmajaya Ciptakan Alat Monitor Kapasitas Penampung Pakan Ayam Broiler Berbasis IoT
Sekalipun rugi, GoTo memiliki ekuitas mencapai Rp130 triliun. Jumlah ini sudah menyerap data rugi akumulasi sejak perusahaan berdiri. Tanpa memperhitungkan akumulasi rugi, total modal yang disetor investor mencapai Rp179 triliun.
Cermati Data Fundamental
Menurutnya ketimbang fokus terhadap laba rugi, lebih baik investor mencermati data-data fundamental lainnya. Misalnya, gross transaction value masih mengalami pertumbuhan yang agresif selama tiga tahun terakhir. GoTo membukukan GTV lebih dari Rp414 triliun pada 12 bulan terakhir yang berakhir 30 September 2021. Jumlah yang bertransaksi mencapai lebih dari 55 juta konsumen.
Biaya Operasional Tumbuh Membaik
Faktor kedua, Bernard menyoroti biaya operasional GoTo dari tahun ke tahun. Rasio biaya dibanding pendapatan terus membaik. Faktor ini menjadi perhitungan penting apakah efisiensi di GoTo meningkat atau malah memburuk.
"Setelah bertahun-tahun beroperasi, maka biaya-biaya yang dikeluarkan harus bisa lebih efisien agar ada perhitungan kapan perusahaan mencapai laba. Untuk kasus GoTo terlihat efisiensi sudah semakin baik dari tahun ke tahun," ujarnya.
Gurita Bisnis GoTo
Terakhir, dia menyoroti gurita bisnis GoTo. Investasi yang dilakukan selama ini membuat bisnis GoTo semakin terdiversifikasi dan bisa menciptakan sumber pendapatan baru di luar bisnis inti selama ini.
Bisnis inti GoTo terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni layanan on demand (Gojek, GoCar, GoFood, dan lain-lain), e-commerce melalui Tokopedia, dan layanan finansial (uang elektronik Gopay, fintech paylater Findaya, dan lain lain).
Saat ini, GoTo menciptakan sumber pendapatan baru dengan secara berani masuk ke bisnis kendaraan listrik dan bisnis gaming. Selain itu, sejumlah unit saat ini juga berhasil dimonetisasi dengan pertumbuhan yang agresif, seperti Moka dan Midtrans.
Moka POS awalnya adalah aplikasi kasir yang kemudian terus berkembang menjadi merchant super app. Moka telah beroperasi di 37 kota di Indonesia. Sementara Midtrans adalah
solusi payment gateway untuk merchant. Midtrans telah melayani lebih dari 500.000 UMKM di Indonesia.
"Bisnis-bisnis ini yang kurang dapat sorotan dibandingkan bisnis utama GoTo. Bisa jadi bisnis ini lebih menguntungkan dan berperan bagi GoTo ke depan," ujarnya.
- Telkomsel Serahkan Hadiah Mobil di Program Poin Festival
- Harga Emas Antam di Pegadaian Naik Rp19.000 Kamis, 10 Maret 2022
- Hari ini, Prof Anuar Sanusi Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Pertama IIB Darmajaya
Masih Miliki Ekuitas Kuat
Yazid Muammar, Analis Ajaib Sekuritas, mengatakan pada dasarnya GoTo masih memiliki ekuitas yang kuat saat ini, dengan nilai bersih di atas Rp130 triliun. Hal ini menjadi faktor bahwa IPO yang mereka lakukan bukan karena kepepet untuk mendapatkan dana baru.
"Besarnya ekuitas GoTo saat ini juga menandakan kepercayaan investor terhadap GoTo sangat tinggi. Mereka percaya terhadap prospek bisnis ke depan," ujarnya.
Dia menyoroti bahwa Gojek dan Tokopedia juga sudah melakukan lompatan penting sebelum melakukan IPO, yakni melakukan merger yang resmi dilakukan pada Mei 2021. Konsolidasi ini akan berdampak 2 hal, yaitu memperbaiki struktur biaya dan memperluas akses pasar GoTo secara cepat, efektif dan efisien.
"Merger ini adalah langkah efektif sehingga direspons oleh investor yang ikut serta dalam pendanaan pre-IPO akhir tahun lalu," ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, efektivitas merger ini belum tercermin dalam laporan keuangan September 2021 yang menjadi dasar untuk penerbitan prospektus IPO GoTo. "Karena baru beberapa bulan setelah merger dilakukan. Saya memproyeksi efektivitas merger akan terlihat di pertengahan tahun ini setelah IPO dilakukan.
Yazid mengatakan bahwa IPO GoTo adalah peluang yang baik bagi para investor. Namun, mereka menyarankan agar investor berinvestasi untuk jangka menengah dan panjang agar bisa optimal. (*)