Menilik Berkah Kotoran Sapi, Ciptakan Berdikari Energi dan Ekonomi dari Hulu ke Hilir

Yunike Purnama - Rabu, 18 Oktober 2023 12:48
Menilik Berkah Kotoran Sapi, Ciptakan Berdikari Energi dan Ekonomi dari Hulu ke Hilir Desa Berdikari Energi program CSR Pertamina Patra Niaga berlokasi di Desa Rejo Basuki, Lampung Tengah. (sumber: Yunike Purnama/Kabarsiger)

LAMPUNG TENGAH - Cuaca panas terik dengan suhu menunjukan 32 derajat celcius menemani keberangkatan perjalanan para kuli tinta dari pusat kota Bandar Lampung menuju Desa Rejo Basuki, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah pada Rabu, 11 Oktober 2023. 

Tepat pukul 09:00 WIB rombongan melaju bersama tim PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) melewati ruas tol Terbanggi Besar dan jalan lintas kabupaten Lampung Tengah yang sempat ramai di media sosial hingga didatangi Presiden Joko Widodo. Kini sepanjang mata memandang selain hamparan sawah dan pepohonan yang mengering karena kemarau, di setiap sudut jalan ramai lalu lalang perbaikan jalan. 

Setelah melalui perjalanan sekitar 2,5 jam sekitar pukul 11:30 rombongan pemburu berita ini tiba di rumah pasangan Sutarjo dan Eniwati. Mereka merupakan salah satu Mitra Binaan Pertamina Integrated Terminal Panjang dibawah naungan Pertamina Patra Niaga Sumbagsel yang mendapat bantuan CSR Program Desa Energi Berdikari (DEB) berupa pemanfaatan energi terbarukan biogas dengan berbahan dasar kotoran sapi. 

Kotoran sapi yang biasa dianggap limbah tak bernilai, kini menjadi bahan baku utama biogas yang mampu memberikan manfaat dari hulu hingga hilir menciptakan kemandirian energi dan ekonomi untuk warga Desa Rejo Basuki. 

Dilansir dari sumber Wikipedia, Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti salah satunya kotoran hewan. 

"Sebelum mengenal biogas, kotoran sapi  menjadi masalah lingkungan yang serius karena tidak diolah dengan benar. Mulai dari baunya yang tidak sedap dan menumpuknya kotoran di kandang hingga bisa memicu penyakit sapi kalau kandangnya tidak bersih,"papar Sutarjo pria ramah dengan postur badan mungil sembari memberikan pakan kepada tiga ekor sapinya. 

Ditambah lagi dengan cuaca panas ekstrem di daerah Lampung, limbah ternak sapi menjadi salah satu ancaman bagi perubahan iklim jika limbahnya sebagai penghasil emisi metana tidak terkelola secara sirkuler dan optimal.

Proses Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Biogas 

Sutarjo sedang memberikan pakan untuk sapi peliharaannya. Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger
Proses pengolahan kotoran sapi menjadi biogas. Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger

Di depan para jurnalis, Tarjo mempraktekkan langsung cara mengolah kotoran sapi hingga menjadi biogas. Pria yang berprofesi sebagai petani ini dengan sigap menyendok kotoran sapi ke dalam ember berukuran sekitar 25 kg.

Kemudian dimasukan kedalam mixer gilingan dengan air dengan ukuran 1:1 (1 ember kotoran sapi berbanding 1 ember air berukuran 15 liter). Tarjo kemudian mencampurkan kotoran sapi dengan air sampai tercampur merata. 

Proses selanjutnya hanya cukup buka digester yang tampak seperti keran air. Digester merupakan instalasi pipa yang dirancang menyaring dan memilah campuran kotoran sapi dan air untuk menjadi gas hingga pupuk bio-slurry. 

"Kalau digesternya dibuka, hasil pengolahan kotoran sapi tadi langsung mengalir menjadi gas melalui pipa yang sudah disetel menuju kompor dan limbah padatnya disaring menjadi pupuk cair atau bio-slurry," jelas Tarjo 

Manfaat Biogas untuk Segmen Rumah Tangga

Beras tiwul merupakan salah satu produk yang diolah menggunakan energi terbarukan biogas. Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger

Dalam sehari Tarjo hanya melakukan satu hingga dua kali untuk proses pengolahan kotoran sapi menjadi biogas. Dari proses tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti masak makanan, merebus air minum bahkan membuat produk bermanfaat yang bisa dijual. Seperti beras tiwul, kacang rebus, es bunga telang dan masih banyak lagi untuk menambah penghasilan keluarganya. 

"Alhamdulillah sejak adanya biogas banyak sekali manfaat yang didapat, terutama mengurangi biaya pengeluaran seperti beli gas dan air galon," ujar Eniwati. 

Lebih lanjut ia bercerita, seperti dari satu kali proses biogas, gas yang mengalir ke kompor ternyata banyak sisanya. Meskipun tidak berbahaya, tapi kadang sayang terbuang, maka akhirnya banyak timbul ide olahan makanan yang bisa bermanfaat seperti beras tiwul. 

Eni juga bercerita baru saja selesai memproduksi pesanan 25 kg beras tiwul. Setiap kilonya ia menjual Rp15 ribu dan sehari minimal laku terjual 2-3 kg. Kadang Eni juga berbagi kepada tetangga yang ingin numpang masak di rumahnya jika kondisinya sedang kehabisan gas atau saat gas melon langka. 

"Sudah lebih dari 9 bulan sejak ada biogas, saya masak sudah tidak pernah pakai gas elpiji lagi. Sekarang kalau mau masak minta bapaknya mengolah kotoran sapi untuk dijadikan biogas," tambah Eni. 

Ia melanjutkan dari sebelumnya pengeluaran beli gas 3-4 tabung per bulan atau sekitar Rp100 ribu per bulan. “Alhamdulillah sekarang ada tabungan setelah pemakaian biogas dan bisa dialihkan untuk keperluan sekolah anak, tambah modal usaha dan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” cerita Eni. 

Selanjutnya tidak hanya biogas, manfaat bio-slurry atau pupuk cair dari kotoran sapi juga dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman hidroponik di depan pekarangan rumahnya. Eni menanam beragam tanaman mulai dari selada, daun bawang, pakcoy, daun singkong, daun mint dan bunga telang. 

Rombongan jurnalis yang datang juga berkesempatan mencoba es bunga telang dan daun mint yang segar dan cukup melepaskan dahaga di tengah teriknya matahari. 

Manfaat Ampas Biogas untuk Sektor Produktif

Ketua Kelompok Desa Berdikari Rejo Basuki Titik Sumarni memperlihatkan produksi Tepung Mocaf dan Kacang Oven.  Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger

Manfaat dari pengolahan kotoran sapi menjadi biogas juga tidak hanya memberikan untuk segmen rumah tangga, tetapi juga ke sektor produktif pertanian hingga UMKM. 

Ampas biogas atau Bio-Slurry yang dihasilkan dari pengolahan kotoran sapi dimanfaatkan untuk sektor pertanian seperti komoditas singkong dan padi di Desa Rejo Basuki. Sutarjo bersama kelompok tani lainnya berhasil lebih menghemat dalam pembelian pupuk urea sebesar hingga Rp330 juta/tahun dengan adanya pupuk Bio-Slurry. 

Manfaat adanya pupuk Bio-Slurry juga dirasakan oleh Titik Sumarni Ketua Kelompok Desa Berdikari Rejo Basuki bersama seluruh anggota Kelompok Wanita Tani (KWT). 

Titik kini tidak hanya memanfaatkan biogas dari limbah kotoran sapi untuk keperluan rumah tangganya, tetapi sudah berhasil merambah mengembangkan produk hasil turunan singkong seperti tepung mocaf (modified cassava flour), beras tiwul, beras analog hingga kacang oven.

Tepung mocaf merupakan produk tepung dari singkong yang termodifikasi. Modifikasi singkong pada mocaf dilakukan dengan cara fermentasi yang dilakukan mengubah karakteristik tepung sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan. Tepung mocaf juga memiliki kandungan gula lebih rendah dibanding tepung terigu sehingga lebih aman untuk kesehatan.  

"Menariknya tepung mocaf yang berbahan dasar singkong, rata-rata pupuknya menggunakan bio-slurry yang merupakan hasil pengolahan limbah sapi yang dipakai petani di daerah Rejo Basuki,"cerita Titik. 

Dalam pengumpulan singkong untuk proses pembuatan Mocaf dilakukan secara swasembada bekerja sama dengan masyarakat. Titik mengakui banyak bekerjasama dengan para petani singkong di daerahnya dalam pemenuhan bahan baku Mocaf. 

Selain bekerja sama dengan para petani singkong, Titik yang merupakan Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati Desa Rejo Basuki juga memberdayakan ibu-ibu dalam pembuatan produk Mocaf dan produk turunan singkong lainnya. 

"Saat ini sudah ada 4 rumah produksi tepung mocaf dengan memberdayakan ibu-ibu Desa Rejo Basuki, rata-rata produksi saat ini mampu mencapai 4-5 ton per bulan,"ujar Titik. 

Ia melanjutkan, ada sekitar 20 ibu rumah tangga yang juga anggota KWT terbantu dengana adanya rumah produksi tepung mocaf ini. “Dari bergabung di rumah produksi tepung mocaf, Alhamdulillah banyak ibu-ibu rumah tangga yang terbantu dengan memiliki penghasilan tambahan untuk membantu roda perekonomian rumah tangganya,”cerita Titik.

Titik mengaku, sebelum dapat bantuan CSR Pertamina hanya mampu memproduksi tepung mocaf hanya 30 - 50 kg per bulan. Setelah ada pendampingan dan bantuan CSR Pertamina produksi Mocaf Desa Rejo Basuki langsung melejit menjadi 5 ton atau 5.000 kg  per bulan. 

Ia juga bercerita, setelah didampingi Pertamina kemudahan dalam produksi Mocaf juga semakin terasa. Dari CSR yang diterima berupa peralatan mesin, alat penggiling dan alat press kemasan hingga pendampingan strategi pemasaran Mocaf, akhirnya membawa Mocaf hasil produksi Desa Rejo Basuki berhasil memenangkan salah satu tender dari UMKM kuliner besar di Bandar Lampung. 

Kemudian dari sisi pemasaran, Mocaf Desa Rejo Basuki sudah dikenal luas hingga luar provinsi Lampung. Mocaf Desa Rejo Basuki terkenal lebih sehat karena tanpa pemutih dan tanpa pengawet karena prosesnya yang alami sehingga menghasilkan produk sehat dan berkualitas. 

"Alhamdulillah dengan support Pertamina dan kerjasama yang konsisten warga sekitar, kemandirian pangan di Desa Rejo Basuki sudah mulai terwujud. Kami berhasil menciptakan produk pangan yang beraneka ragam dari dalam kawasan sendiri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan cukup tingkat rumah tangga hingga sektor UMKM yang berawal dari memanfaatkan potensi limbah kotoran sapi yang menjadi Biogas,"ujarnya. 

Area Manager Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel Tjahyo Nikho Indrawan mengatakan dalam program Desa Energi Berdikari (DEB) selaras dengan kelestarian bumi dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. 

“Desa Rejo Basuki Lampung Tengah memiliki potensi pada sektor pertanian dan perkebunan tetapi ada ancaman teknis produktivitas tanah karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida non alami, maka Pertamina fokus sejak tahun 2021 membangun infrastruktur cube biogas untuk warga dan pendampingan pemanfaatan ampas biogas atau bio slurry untuk nutrisi tanaman pertanian.” papar Nikho. 

Selama 3 tahun program (2021-2023), pengolahan limbah kotoran hewan menjadi biogas telah memberikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang signifikan bagi penerima manfaat. Program Desa Energi Berdikari melalui pembangunan 16 unit biogas, dengan potensi penurunan emisi dalam program sebesar 0,078130248 Gg C02 eq/tahun. Dari 63 sapi sumber biogas, kotoran telah dimanfaatkan untuk pembuatan Pupuk organik sebanyak 2,268,000 kg/tahun. 

Hal ini sejalan wujud komitmen keberlanjutan Pertamina dan upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) poin 7,8 dan 13 serta target Pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission.

Di tahun 2023 selain terus menambah cube biogas memperluas penerima manfaat, Pertamina juga fokus mendorong greenhouse production untuk Modified Cassava Flour (Mocaf) atau tepung singkong yang hulunya tetap berasal dari ampas biogas yang mampu menjadi pupuk nutrisi komoditas singkong. 

“Kedepan sesuai roadmap Pertamina Patra Niaga Sumbagsel di tahun 2025 Desa Energi Berdikari dan Pusat Produksi UMKM Singkong di Rejo Basuki diharapkan mampu memperkuat kompas keberlanjutan memberikan manfaat dari hulu hingga hilir untuk alam, sosial hingga kesejahteraan,”(*) 

Editor: Redaksi
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS