Koperasi Multipihak Jadi Alternatif Bisnis Baru Milenial
Yunike Purnama - Rabu, 05 Januari 2022 08:50JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan model koperasi multi pihak dapat menjadi alternatif bisnis bagi milenial lantaran berbasis usaha rintisan (startup) digital.
Pernyataan Teten tersebut terkait regulasi baru yaitu Peraturan Menteri Koperasi UKM (Permenkop) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak.
“Permenkop ini menjadi jalan menuju sebuah tonggak baru model koperasi di Indonesia,” katanya dalam keterangan pers, Rabu (5/1/2021).
Teten menjelaskan tren perubahan dalam model bisnis mengarah kepada bentuk-bentuk sharing economy (ekonomi berbagi) yang berarti pendekatan bisnis dilakukan dengan cara mengagregasi para pelaku pada semua rantai nilai dari industri tertentu.
Karena itu, fakta ini direspons dengan sebuah terobosan baru yaitu menerbitkan regulasi koperasi multi pihak yang sudah disahkan pada 21 Oktober 2021 dan akan berlaku mulai April 2022. Ia menyatakan regulasi baru ini menjawab kebutuhan dunia bisnis yang terus berkembang melalui lembaga bisnis berbentuk koperasi.
- Ini Jadwal Penerimaan Mahasiswa Baru 2022, Jangan Terlewat!
- Lapas Narkotika Bandarlampung dan BNN Lamsel Perkuat Sinergi Terkait Layanan Rehabilitasi
- Ini Klarifikasi PLN Pasca Sidak Erick Thohir di Kantor Pusat
“Model-model bisnis baru dapat membentuk koperasi multi pihak, seperti startup digital yang sedang berkembang saat ini,” ujarnya.
Deputi Perkoperasian Kemenkop-UKM Ahmad Zabadi menyampaikan bahwa model koperasi multi pihak bertujuan untuk memperbesar volume dan keberlanjutan bisnis bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.
Misalnya pada industri kopi, mulai dari para petani, pengepul, roastery, entrepreneur, dan investor dapat dikolaborasikan semua dalam suatu wadah koperasi.
“Keunggulan koperasi multi pihak adalah kemampuannya melakukan agregasi berbagai modalitas menjadi daya ungkit bagi perusahaan,” sebut Zabadi.
Menurut Zabadi, pola seperti itu tidak bisa dilakukan melalui koperasi konvensional yang memiliki anggota seragam. Contohnya, koperasi petani yang memiliki anggota hanya dari kelompok petani. Padahal, bisnis ini membutuhkan para pengolah produk, para entrepreneur yang memiliki kepakaran tertentu serta akses pasar.
"Model koperasi baru ini dapat dipraktikkan untuk kebutuhan bisnis seperti dari jasa, produksi, konsumsi, distribusi, digital, pertanian, dan sosial. Sehingga, sangat fleksibel dan terbuka bagi pengembangan aneka inovasi yang dikehendaki anggota koperasi," pungkas dia.(*)