Jelang Keputusan Gugatan Pilpres, Megawati Sampaikan Amicus Ciriae ke MK

Yunike Purnama - Rabu, 17 April 2024 09:31
 Jelang Keputusan Gugatan Pilpres, Megawati Sampaikan Amicus Ciriae ke MK (sumber: null)

JAKARTA - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyampaikan Amicus Ciriae untuk Mahkamah Konstitusi (MK). Surat yang dibuat pada 8 April 2024 itu diserahkan ke Kantor MK pada Selasa, 16 April 2024 oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Djarot Saiful Hidayat.

Amicus Curiae tersebut disampaikan jelang keputusan gugatan Pilpres. Saat ini, siding PHPU telah selesai dan masuk tahap pembahasan oleh majelis hakim.

“Saya Hasto Kristiyanto bersama dengan Mas Djarot Saiful Hidayat ditugaskan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dengan surat kuasa sebagaimana berikut,” kata Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa.

“Kedatangan saya untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan dari seorang warga negara Indonesia yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri sehingga Ibu Mega dalam kapasitas sebagai warga negara Indonesia mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan,” sambungnya.

Hasto menyatakan, Megawati juga menyerahkan surat tulisan tangannya ke MK. Dia berharap keputusan yang diambil MK akan menghasilkan keadilan yang menerangkan bagi bangsa dan negara. Sementara itu, perwakilan MK yang menerima surat tersebut menyatakan akan menyampaikan surat tersebut kepada Ketua MK, Suhartoyo.

Mengenai hal tersenut, sebenarnya apa itu Amicus Curiae?

Apa Itu Amicus Curiae?

Amicus Curiae atau Friends of the Court merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi dan kemudian berkembang dalam tradisi common law.

Dilansir dari icjr.or.id, dalam prakteknya, pengadilan dapat mengundang pihak ketiga untuk memberikan informasi atau pandangan hukum terkait dengan isu-isu yang belum familiar.

Amicus Curiae disampaikan oleh seseorang yang tertarik memengaruhi hasil dari aksi, tetapi bukan merupakan pihak yang terlibat langsung dalam sengketa. Mereka dapat juga merupakan penasihat yang diminta oleh pengadilan untuk memberikan pandangan hukum terkait dengan suatu masalah.

Sebab seseorang dimaksud memiliki kapasitas yang mumpuni untuk masalah hukum yang sedang diperkarakan di pengadilan, dan orang tersebut bukan merupakan pihak dalam kasus bersangkutan, artinya seseorang tersebut tidak memiliki keinginan untuk mempengaruhi hasil perkara yang melibatkan masyarakat luas.

Dalam tradisi common law, mekanisme Amicus Curiae diperkenalkan pada abad ke-14. Selanjutnya, pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam Amicus Curiae secara luas tercatat dalam All England Report. Laporan ini memberikan beberapa gambaran terkait dengan Amicus Curiae:

a. Fungsi utama Amicus Curiae untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu.

b. Amicus Curiae berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer).

c. Amicus Curiae tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus.

d. Izin untuk berpartisipasi sebagai Amicus Curiae.

Amicus Curiae di Indonesia

Meski praktik Amicus Curiae lazim ditemukan di negara-negara dengan sistem common law, bukan berarti praktik ini tidak ada atau tidak diterapkan di Indonesia yang menggunakan sistem hukum civil law.

Jika kita fokus pada tujuan utama dari Amicus Curiae, yaitu membantu hakim dalam membuat keputusan yang adil dan bijaksana dalam suatu kasus, prinsip ini telah diakui dan dijalankan dalam sistem hukum Indonesia.

Kewajiban bagi hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat telah diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Ketentuan ini berlaku bagi seluruh hakim di berbagai tingkat peradilan di Indonesia.

Praktik Amicus Curiae juga telah diterapkan dalam konteks hukum Indonesia, termasuk dalam sejumlah kasus. Kemungkinan penggunaan Amicus Curiae dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dapat pula mengacu pada Pasal 180 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.”(*)

Editor: Redaksi
Bagikan
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS