Ekonomi Digital Tumbuh 22 Persen, Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2022

Yunike Purnama - Rabu, 28 Desember 2022 09:04
Ekonomi Digital Tumbuh 22 Persen, Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2022Aplikasi Payfazz Buku powered by CrediBook merupakan layanan pencatatan keuangan digital yang fokus dihadirkan bagi UMKM ritel. (sumber: Panji Asmoro/TrenAsia.com)

JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSOC) mengapresiasi kinerja positif sektor fintech dan ekonomi digital selama 2022. Berdasarkan data dari Google, Temasek, Bain & Company, ekonomi digital di Indonesia berhasil tumbuh sekitar 22 persen dan mengambil peran yang krusial dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

Tahun 2022 juga menjadi momentum optimisme terhadap sektor ekonomi digital. Geliat ekonomi global pasca pandemi telah mendorong transformasi yang fundamental di berbagai sektor ekonomi digital.

Prospek besar ekonomi digital disambut dengan diterbitkannya berbagai regulasi yang akan berperan sebagai fondasi kebijakan pengembangan fintech dan ekonomi digital ke depan.

7 Hal Lanskap Fintech dan Perkembangan Ekonomi Digital 2022

1. Perlindungan Data Pribadi

Berdasarkan catatan IFSOC, ada tujuh hal yang perlu dicermati dalam lanskap fintech dan perkembangan ekonomi digital sepanjang 2022. Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara, menyebutkan yang pertama adalah kemajuan pelindungan data pribadi di Indonesia.

"IFSOC mengapresiasi pemerintah dan DPR atas pengesahan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP)," tutur Rudi dalam acara Media Briefing IFSOC - Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital secara virtual pada Selasa, 27 Desember 2022.

Rudi berharap penerbitan UU PDP dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital. Adapun pengaturan pelaksana UU PDP yang akan disusun nantinya harus mengedepankan aspek tingkat kepatuhan bagi pihak yang memproses data pribadi.

Dia juga menyoroti lembaga penyelenggara data pribadi, sebagaimana yang diamanatkan UU PDP harus mampu mengawal implementasi UU PDP dengan skema pengawasan yang mendorong kepatuhan pengendali data. Pasalnya, aturan ini membawa Indonesia pada era baru tata kelola data pribadi.

"Penyusunan peraturan turunan UU PDP ke depan harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan pelindungan data pribadi dibandingkan dengan hanya berfokus pada pemberian sanksi," katanya.

2. QRIS Antar Negara Bantu UMKM

Selanjutnya, Steering Committee IFSOC, Dyah N.K Makhijani menjelaskan yang kedua adalah QRIS Antarnegara telah menjembatani UMKM dengan wisatawan mancanegara. Bank Indonesia (BI) terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. Salah satunya melalui implementasi QRIS Antarnegara.

"Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN," kata Dyah.

Selain itu, inisiatif ini menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS), di mana transaksi antarnegara tidak lagi bergantung terhadap kurs dolar Amerika Serikat.

Dia melihat inisiatif QRIS tersebut berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta (BPS) wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia. Namun hal tersebut perlu didukung dengan edukasi dan sosialisasi yang masif baik untuk turis asing maupun merchant QRIS di Indonesia.

Diharapkan inisiatif ini dapat terintegrasi dengan program K/L lain terkait pariwisata sehingga QRIS bisa menjadi kanal pembayaran digital turis wisata mancanegara secara end-to-end, mulai dari transportasi, hotel, hingga kuliner," tambahnya.

3. Kolaborasi antar Bank dan Fintech

Ketiga, yakni terbukanya peluang kolaborasi yang lebih luas antara bank dan fintech. Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022.

Hal ini dibuktikan dengan proporsi outstanding pinjaman fintech lending kategori lender perbankan dalam negeri mencapai kontribusi tertinggi 46 persen pada Oktober 2022.

Menurut Dyah, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya bank dalam memenuhi kewajiban penyaluran modal untuk UMKM paling sedikit 20 persen pada 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 25 persen pada tahun depan.

Selanjutnya, dalam upaya mendorong perkembangan sektor keuangan digital, sepanjang 2022 telah diterbitkan dua peraturan UU PPSK dan POJK 22/2022 yang diharapkan dapat mempermudah inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan penyertaan modal bank terhadap fintech.

"IFSOC mengapresiasi upaya pemerintah dan OJK dalam hal pembuatan peraturan yang memfasilitasi kemudahan sinergi antara bank dengan fintech yang diharapkan akan membuka peluang kolaborasi lebih luas dan meningkatkan penetrasi layanan keuangan ke seluruh segmen masyarakat," jelas Dyah.

4. Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat

Ekonom senior sekaligus Steering Committee IFSOC, Hendri Saparini, menuturkan yang keempat adalah upaya kolaboratif berhasil meningkatkan kepercayaan terhadap fintech P2Plending. Penyaluran fintech lending terus tumbuh hingga mencapai Rp 18,7 triliun pada Oktober 2022.

"Di sisi lain, penurunan signifikan pinjol ilegal yang ditutup mengindikasikan semakin kuatnya upaya pencegahan aktivitas pinjol ilegal di Indonesia," jelas Hendri.

Dia mengapresiasi upaya kolaboratif pemangku kepentingan untuk meningkatkan kredibilitas P2P lending. Tidak hanya itu, Hendri menyoroti terkait peningkatan kredit tidak lancar dan kredit macet, sehingga perlunya penguatan manajemen risiko untuk menjaga kualitas pinjaman.

"Kolaborasi lebih dalam di area peningkatan kualitas risiko kredit dan peningkatan literasi masyarakat perlu didorong secara masif, misalnya dengan sektor jasa keuangan lainnya seperti BPR dan BPD," ujar Hendri.

5. Pendanaan Startup Fintech

Kelima, lanjut Hendri, industri startup Indonesia masuk ke babak baru. Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4 persen pada 2022, akan tetapi jumlah kesepakatannya menurun 28 persen.

Kondisi inflasi dan ekonomi global mendorong investor menjadi lebih selektif dalam mendanai startup, dengan fokus pada profitabilitas dibandingkan pertumbuhan. Kondisi ini, menyebabkan startup kerap kali melakukan efisiensi dan optimasi biaya dalam mempersiapkan arus kas untuk memperpanjang runaway.

Namun, menurut Hendri, kondisi ini tidak bisa sepenuhnya dipandang negatif. Hal ini dikarenakan fenomena ini merupakan siklus yang berdampak transformatif pada ekosistem startup di Indonesia.

"Tahun ini ekosistem startup fintech mengalami transformasi yang mendorong penyesuaian terhadap model bisnis yang layak secara komersil. Perubahan ini mendorong iklim persaingan perusahaan fintech startup menjadi lebih sehat dan inovatif," kata Hendri.

6. Edukasi dan Tindak Tegas Investasi Ilegal

Steering Committee IFSOC, Tirta Segara mengungkapkan catatan keenam terkait edukasi dan penindakan tegas kunci dalam memberantas investasi ilegal. Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp 109 triliun atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya.

Dia menyampaikan bahwa di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan karena masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan peningkatan literasi keuangan melalui edukasi yang masif.

Selain edukasi yang masif , perlu adanya perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.

"Di bidang pengawasan, koordinasi antar otoritas serta lembaga perlu terus dijaga, dan kolaborasi dengan industri perlu terus didorong untuk edukasi secara masif, termasuk dengan memanfaatkan teknologi informasi," kata Anggota Dewan Komisioner OJK 2017-2022 tersebut.

7. Dorong UU P2SK

Ketujuh, UU PPSK hadir sebagai payung hukum pengembangan fintech. IFSOC menilai penerbitan UU PPSK telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi.

IFSOC mengapresiasi penerbitan UU PPSK yang telah menyediakan payung hukum yang mengedepankan pendekatan principle-based, adaptif dan integratif, serta memberikan jaminan independensi otoritas-otoritas di sektor keuangan.

Khususnya terkait aset kripto, UU PPSK dinilai telah memberikan pengaturan yang fundamental dengan penguatan kerangka pengawasan dan perlindungan konsumen.

"UU PPSK telah memberikan kepastian hukum pada pengembangan fintech ke depan, dengan diakuinya klaster fintech sebagai salah satu pilar dalam sektor keuangan di Indonesia," katanya. (*)

Editor: Redaksi
Bagikan
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS