Disambut Positif, RUU Sisdiknas Mendesak Disahkan
Chairil Anwar - Rabu, 23 Februari 2022 08:49JAKARTA – Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang tengah disusun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) disambut positif sejumlah kalangan.
Rancangan beleid yang mengintegrasikan tiga undang-undang, yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tersebut dinilai selaras dengan amanat Undang Undang Dasar Tahun 1945 dan mendesak untuk segera disahkan.
Pakar hukum Universitas Airlangga, M. Hadi Subhan, mengatakan dalam aspek konstitusi, upaya Kemendikbud-Ristek mengintegrasikan tiga undang-undang menjadi UU Sisdiknas sudah tepat. Sebab, mengacu pada Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945, konstitusi mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
“Ini berarti harus ada undang-undang sistem pendidikan nasional. Ketiga undang-undang yang ada sekarang ini semuanya mengatur tentang sistem pendidikan sehingga kalau dijadikan satu memang sesuai amanat konstitusi,” kata Hadi saat dihubungi wartawan, Senin, 21 Februari 2022.
Selain aspek konstitusi, integrasi ketiga undang-undang tersebut juga akan menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi dalam sistem pendidikan. Hadi mencontohkan adanya perbedaan ketentuan mengenai usia pensiun guru besar pada UU Guru dan Dosen dengan UU Pendidikan Tinggi. Dalam UU Guru dan Dosen, batas usia pensiun di umur 65 tahun, sementara UU Pendidikan Tinggi menentukan usia 70 tahun.
"Secara kasat mata ini tidak ada sinkronisasi. Kemudian UU Pendidikan Tinggi tidak diamanatkan pada UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Itu kurang klop sehingga kalau dijadikan satu sangat bagus,” ungkap Hadi.
- Proyeksi Tren Bisnis Berkembang Pesat 10 Tahun Kedepan
- Presidensi G20 Buka Peluang Petani Indonesia Akses Pasar Global
- Flip Resmi Luncurkan Layanan B2B Flip for Business
Keberadaan UU Sisdiknas juga sangat mendesak untuk merespons perkembangan saat ini. Hadi berpendapat ketiga undang-undang yang berlaku saat ini sudah tidak relevan dengan dunia pendidikan modern. UU Sisdiknas diterbitkan pada 2003, kemudian disusul UU Pendidikan Tinggi, serta UU Guru dan Dosen.
“Perkembangan terjadi sangat dinamis, apalagi terkait teknologi pasca pandemi. Tentu ada banyak hal yang harus disesuaikan dalam sistem pendidikan,” tegasnya.
Pakar pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Profesor Anita Lie, menilai RUU Sisdiknas dibutuhkan karena perubahan serta variabel di lingkungan dan sistem pendidikan sudah berubah cepat.
“Perlu ada UU Sisdiknas yang bisa menjadi payung hukum terhadap berbagai inovasi sektor pendidikan yang perlu dilakukan untuk merespons dan mengantisipasi perubahan,” kata dia.
Terkait partisipasi publik, pemerintah pada tahap awal telah melibatkan berbagai pihak dalam proses pembahasan rancangan naskah akademik sebagai syarat agar RUU Sisdiknas masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Pada tahap awal, RUU Sisdiknas telah beberapa kali menjalankan uji publik baik yang digagas Kemendikbud-Ristek maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan melibatkan pakar, organisasi masyarakat, dan serta organisasi profesi.
“Indonesia negara sangat beragam dengan berbagai kepentingan yang kompleks sehingga tidak bisa memuaskan semua pemangku kepentingan. Dibutuhkan sikap kenegarawanan untuk bisa berpikir dalam bingkai kebangsaan dan kesejahteraan bersama,” kata Anita menanggapi proses uji publik RUU Sisdiknas. (RIL)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Farhan Syah pada 23 Feb 2022