Prodi SPI UIN RIL Launching Video Tour Digitalisasi Cagar Budaya Nasional Lampung

Eva Pardiana - Selasa, 16 Desember 2025 17:49
Prodi SPI UIN RIL Launching Video Tour Digitalisasi Cagar Budaya Nasional LampungProgram Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) menggelar Sarasehan sekaligus Launching Video Tour bertajuk Melintasi Batas Waktu: Digitalisasi Cagar Budaya Nasional di Lampung melalui Media Video Tour untuk Aksesibilitas dan Inklusi Edukasi Warisan Budaya. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Seminar Fakultas Adab, Selasa (16/12/2025). (sumber: UIN Raden Intan Lampung)

BANDAR LAMPUNG – Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) menggelar Sarasehan sekaligus Launching Video Tour bertajuk Melintasi Batas Waktu: Digitalisasi Cagar Budaya Nasional di Lampung melalui Media Video Tour untuk Aksesibilitas dan Inklusi Edukasi Warisan Budaya. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Seminar Fakultas Adab, Selasa (16/12/2025).

Kegiatan tersebut diketuai oleh Uswatun Hasanah yang juga merupakan penerima hibah Program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan (FPK) Tahap II Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VII Bengkulu–Lampung.

Dalam program hibah tersebut, Uswatun Hasanah mengajukan skema kegiatan Dokumentasi Karya Budaya dengan judul Melintasi Batas Waktu: Digitalisasi Cagar Budaya Nasional di Lampung melalui Media Video Tour untuk Aksesibilitas dan Inklusi Edukasi Warisan Budaya.

Program ini bertujuan menghadirkan inovasi pelestarian dan edukasi budaya Lampung berbasis teknologi digital melalui media video tour agar warisan budaya dapat diakses lebih luas oleh masyarakat, pelajar, dan peneliti.

Dalam sambutannya, Uswatun Hasanah menyampaikan, kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan aksesibilitas publik terhadap cagar budaya nasional yang ada di Provinsi Lampung. Menurutnya, pemanfaatan media digital berupa video tour edukatif menjadi upaya untuk mewariskan nilai sejarah dan kebudayaan kepada generasi muda, khususnya mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, secara lebih inklusif, mudah diakses, dan relevan dengan perkembangan zaman.

Ia menjelaskan, peluncuran video tour dilakukan secara luring sebagai pilihan strategi agar jangkauan edukasi dan informasi tidak hanya terbatas pada ruang publik tertentu, tetapi dapat menjangkau masyarakat luas.

Uswatun juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia serta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu–Lampung yang telah menerima proposal dan memberikan pendanaan sehingga program ini dapat terlaksana.

“Kami meyakini kegiatan ini akan memberikan manfaat besar dan dampak positif bagi masyarakat luas, khususnya dalam bidang pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya.

Uswatun berharap program ini dapat terus dikembangkan sebagai rujukan pembelajaran dan sarana peningkatan literasi sejarah, sehingga masyarakat semakin mudah mengenal dan mengakses warisan budaya yang ada di Lampung.

Launching video tour tersebut disaksikan oleh mahasiswa yang hadir. Video yang ditayangkan berupa video tour 360 derajat dari sejumlah lokasi cagar budaya nasional di Provinsi Lampung.

Dekan Fakultas Adab UIN RIL, Dr. H. Ahmad Bukhari Muslim, Lc., M.A., dalam sambutannya menyampaikan bahwa Fakultas Adab memiliki komitmen kuat dalam pengembangan keilmuan sejarah, kebudayaan, dan peradaban Islam yang berakar pada khazanah lokal, nasional, dan global.

Menurutnya, kegiatan ini sangat relevan dengan visi Fakultas Adab sebagai ruang akademik yang tidak hanya memproduksi pengetahuan, tetapi juga mentransformasikannya kepada masyarakat luas.

Pemanfaatan media digital dalam mendokumentasikan serta memperkuat informasi tentang situs-situs purbakala seperti Rahardjo, Prasasti Palas, Pasemah, dan Prasasti Batu Bedil dinilai sebagai langkah strategis dalam menjawab tantangan era digitalisasi.

Bukhari menegaskan bahwa warisan budaya tidak hanya berkaitan dengan teknologi, tetapi juga keberlanjutan pewarisan nilai, identitas, dan kesadaran sejarah kepada generasi muda. Fakultas Adab, lanjutnya, siap menjadi mitra strategis dalam pengembangan kajian dan diseminasi kebudayaan berbasis riset dan inovasi.

Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu–Lampung yang diwakili oleh Deni Ardiansyah menyampaikan bahwa cagar budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan sumber pengetahuan, identitas, dan jati diri bangsa.

Tantangan pelestarian cagar budaya saat ini, menurutnya, tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga bagaimana cagar budaya dapat diakses, dipahami, dimanfaatkan, dan berguna bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda, penyandang disabilitas, serta masyarakat yang secara geografis tidak dapat mengunjungi lokasi secara langsung.

“Di sinilah peran digitalisasi menjadi sangat strategis. Teknologi digital memungkinkan cagar budaya hadir melampaui batas ruang melalui dokumentasi digital tour, arsip daring, hingga media pembelajaran interaktif,” jelasnya.

Digitalisasi, tegasnya, bukan untuk menggantikan nilai autentik cagar budaya, melainkan untuk memperluas jangkauan pemanfaatannya.

Usai peluncuran video tour, kegiatan dilanjutkan dengan sarasehan pemaparan materi oleh narasumber I Made Giri Gunade selaku arkeolog dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Lampung, serta Dr. Abd. Rahman Hamid selaku Ketua Prodi SPI. Sarasehan dipandu oleh moderator Agus Mahfudin Setiawan, M.Hum.

Dalam pemaparannya, I Made Giri Gunade menjelaskan bahwa pelestarian cagar budaya mencakup tiga aspek utama, yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Ia menjelaskan bahwa cagar budaya memiliki lima bentuk, yakni benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya.

Cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan atau material, baik yang berada di darat, di laut, maupun di dalam air, serta memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan. Nilai penting inilah yang menentukan status cagar budaya, baik di tingkat kabupaten, provinsi, nasional, hingga warisan dunia.

Made menegaskan bahwa status cagar budaya harus ditetapkan secara resmi, karena tanpa penetapan, objek tersebut belum dapat dikategorikan sebagai cagar budaya.

Sementara itu, Dr. Abd. Rahman Hamid menekankan pentingnya integrasi cagar budaya dalam pembelajaran sejarah sebagai bagian dari implementasi kurikulum Outcome-Based Education (OBE), khususnya dalam pengembangan dan pembuatan media pembelajaran sejarah. Menurutnya, pembelajaran sejarah tidak cukup hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga melalui pembelajaran lapangan agar mahasiswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih efektif dan bermakna. (*)

Editor: Eva Pardiana

RELATED NEWS