Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - BNI Sekuritas memproyeksikan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi turun ke level 6.600 apabila The Fed memutuskan untuk tidak menurunkan suku bunga pada tahun 2024.
Sebaliknya, jika Bank Sentral Amerika Serikat itu memangkas suku bunga, maka IHSG memiliki peluang untuk mencapai level 8.400. Sebab, kata SEVP Research BNI Sekuritas Erwan Teguh, pergerakan IHSG pada tahun depan masih terimbas sentimen suku bunga.
“IHSG bergantung pada dua hasil keputusan dari Federal Reserve (Fed) terkait suku bunga. Pertama, tidak ada penurunan suku bunga, dan kedua, terjadi penurunan suku bunga yang berhasil mencegah terjadinya resesi di Amerika Serikat,” jelas dia dalam keterangan resmi, pada Kamis, 21 Desember 2023.
Namun, pandangan tersebut mencerminkan keyakinannya bahwa IHSG akan mengalami kenaikan di tengah gejolak politik Indonesia, terutama mengingat adanya pesta demokrasi yang dijadwalkan pada Februari 2024.
Sejauh ini, Erwan meyakini dampak politik dan pemilihan umum di Indonesia cenderung memberikan hasil yang positif, sehingga pasar diyakini akan bersifat positif, meskipun tetap berhati-hati.
Selain itu, fondasi yang kokoh dalam struktur negara, serta dorongan global yang kuat menuju energi terbarukan dan/atau kendaraan listrik, telah mendorong banyak perusahaan yang berfokus pada tema tersebut untuk mencari pendanaan dengan tepat waktu.
Ia bilang, harapan akan pemulihan dalam konsumsi dan dorongan investasi, bersama dengan pandangan bahwa pendapatan per kapita negara telah melampaui US$5 ribu juga telah meningkatkan prospek pertumbuhan secara keseluruhan.
“Oleh karena itu, BNI Sekuritas percaya bahwa kegiatan seperti IPO dan upaya penggalangan dana lainnya akan terus berlangsung dengan semangat tinggi pada tahun 2024,” tutur dia.
Namun, menurutnya, para pelaku pasar lebih condong memilih produk investasi pendapatan tetap, seperti surat utang. “Obligasi mungkin akan terus mendominasi saham, dengan proyeksi total return sekitar 9 persen berdasarkan imbal hasil 10 tahun yang stabil di 6,65 persen,” kata dia.
Meski begitu, lanjut Erwan, saham-saham yang memiliki karakteristik bertahan dan sejajar dengan obligasi, seperti BBCA, TLKM, dan JSMR, mungkin menjadi opsi yang menarik.
Di sisi lain, saham-saham komoditas menawarkan keseimbangan risiko dan imbal hasil yang menguntungkan, terutama pilihan utama seperti ADRO & UNTR. Meskipun terdapat risiko terkait laba, valuasi, dan arus kas di sektor komoditas, potensi keuntungan tetap menarik.
Selain itu, saham-saham di sektor konsumsi, seperti ASII, dapat menjadi pilihan dengan dukungan dari pandangan positif jangka panjang terkait prospek permintaan mobil dalam negeri.
Pemulihan konsumsi domestik diharapkan mendapat dukungan dari dukungan fiskal yang lebih baik dan perbaikan prospek pekerjaan. Sektor keuangan dan konsumen, seperti KLBF, LPPF, HMSP, dan BBRI, diharapkan akan mendapatkan manfaat dari perbaikan kondisi ini.(*)