Tranformasi Digital, Angka Penjualan UMKM Bisa Tembus Sampai 50 Persen

2021-08-10T15:07:19.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Transaksi-Digital.jpg

Kabarsiger.com, BANDARLAMPUNG - CEO KoinWorks, Benedicto Haryono, mengungkapkan tren transformasi digital UMKM dalam menjajakan produk ke e-commerce maupun media sosial meningkat selama masa pandemi. Terlebih, UMKM juga menjadi kontributor PDB dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi.

Dilihat dari sisi target pemerintah, Benedicto mengatakan untuk mendorong kontribusi ekspor UMKM, memang saat ini peran UMKM masih kecil. Namun, yang perlu diketahui, UMKM memiliki potensi dalam ekspor produk.

“Dengan mereka transformasi ke digital, mereka bisa mencangkup pasar di ASEAN,” katanya dalam webinar What’s Next For The SMEs in The Digital Era, Selasa (10/8/2021).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh KoinWorks, terdapat 5% pelaku e-commerce yang sudah mulai menjual produknya ke pasar ekspor. Sehingga, kata Benedicto, potensi UMKM untuk bertransformasi ke digital akan semakin meningkat ditambah dengan upaya pengadaan edukasi yang lebih baik.

“Salah satu contoh UMKM dari KoinWorks yang sudah berhasil mengekspor produknya yaitu UMKM Aniki Cosplay usaha milik Renaldy Philipus. Beliau sukses memakai channel digital untuk mencapai pasar ekspor. Dia sendiri bisa memberikan produk yang berbeda, unik, dan memiliki kualitas tersendiri. Sehingga dia bisa ekspor sampai ke Amerika,” terang Benedicto.

Kemudian, merujuk pada data publik, sebanyak 88% UMKM melakukan penjualan secara hybrid.

Dengan demikian, menurutnya, menggunakan social network dalam menjalankan usaha seperti melalui kanal facebook, Instagram, dan whatsapp adalah kunci penting dalam menaikan omset penjualan. Dengan social network ini mereka bisa berinteraksi dengan para customer mereka.

“Dengan melakukan penjualan melalui kanal digital, penjualan dapat meningkat tajam, bisa mencapai 50%,” imbuh dia.

Dia juga menerangkan, dalam proses transformasi ke kanal digital, ada tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha. Adapun tantangannya ada pada literasi kepada UMKM.

“Seperti bagaimana mereka bisa melakukan onboarding ke online, melakukan marketing, menentukan target, mencari channel terbaik, cara mengadakan kampanye, hingga menciptakan suatu perbedaan produk yang berbeda dengan orang lain. Ini masih perlu edukasi,” bebernya.

Dia juga menambahkan penjualan melalui media sosial Instagram, facebook, dan whatsapp lebih mudah dijangkau oleh pelaku usaha old generation yang dimana cakupan dalam memahami penggunaan media sosial tersebut tidak rumit dan mudah dilakukan.

“Di media sosial kan mereka nanti tinggal registrasi email, nomor telepon, nama akun, lalu tinggal posting-posting produk jualannya dan bisa langsung melakukan interaksi ke customer mereka,” ucapnya.

Sementara, jika pelaku usaha yang tidak familiar menggunakan e-commerce, mereka akan kesulitan dalam mengisi data pendaftaran usaha termasuk saat menjualkan produknya sampai ke tangan customer.

“Seperti verifikasi rekening, update stok barang, upload produk satu persatu, dan lain sebagainya,” jelasnya lagi.

“Kalau pakai e-commerce jadi lebih banyak kerjaannya dibandingkan sosial media yang tools-toolsnya lebih simple. Tapi nanti, ketika mereka sudah mulai nyaman dengan mengadopsi tools-tools baik itu yang ada di sosial media ataupun e-commerce, itu kembali lagi ke pelaku usahanya,” tandasnya. (*)