Start Up Pertanian dan Edutech Jadi Incaran Investasi BUMN

2021-10-06T17:28:41.000Z

Penulis:Eva Pardiana

Editor:Eva Pardiana

Arya Sinulingga
Arya Sinulingga

JAKARTA – Kementerian BUMN mengungkapkan sejumlah perusahaan pelat merah saat ini sedang mengincar sejumlah start up untuk menanamkan modalnya.

Ada dua bidang perusahaan rintisan yang diincar yakni yang bergerak di sektor pertanian dan edutech atau sistem pembelajaran melalui teknologi.

"Bisa saja di pertanian. Kalau ada pertanian itu kan kebutuhan kita untuk pangan. Bisa juga di edutech, karena pendidikan punya ruang besar, edutech itu dibutuhkan banget," kata Staf Menteri BUMN Arya Sinulingga kepada wartawan secara daring di Jakarta dikutip Rabu (6/10/2021).

Arya mengemukakan bahwa BUMN akan mencari start up yang memiliki ciri khas Indonesia dan akan banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia.

Dia menerangkan sektor start up yang dicari untuk penanaman modal tak melulu di sektor fintech ataupun e-commerce sebagaimana yang sedang trendi belakangan ini, namun juga bisa merambah di sektor lain asalkan mengedepankan unsur teknologi.

Dia menjelaskan visi dari Menteri BUMN Erick Tohir ialah agar pemerintah melalui BUMN bisa memiliki usaha rintisan buatan anak bangsa yang nantinya bisa berkembang menjadi raksasa.

Arya menyinggung perusahaan rintisan seperti Gojek-Tokopedia atau GoTo, BukaLapak, dan lainnya yang sudah menjadi unicorn atau decacorn, tapi kepemilikannya dimiliki oleh pihak asing.

Arya mengungkapkan pemerintah akan memilih usaha rintisan yang berpotensi berkembang menjadi besar untuk menjadi target investasi oleh BUMN meskipun saat ini belum mencetak laba.

Menurutnya, justru investasi di start up harus dilakukan sejak dini sebelum perusahaan rintisan tersebut berubah menjadi unicorn atau decacorn yang nilainya bertambah tinggi.

Dia mengatakan PT Telkom Tbk (TLKM) sudah berinvestasi di GoTo untuk turut mengambil andil dalam kepemilikan decacorn besutan anak bangsa tersebut. Ke depannya, TLKM juga akan berinvestasi pada start up lain agar perusahaan rintisan tersebut bisa dimiliki oleh Indonesia.

"Kalau kita ketakutan (karena start up belum mencetak laba), jangan harap start up kita dimiliki oleh kita, ya dimiliki asing. Sementara konsumennya kita. Di sini pemilihan dari start up itu harus kita pilih betul-betul dengan baik," katanya. (*)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 06 Oct 2021