Sebelum Izin e-Commerce Diputuskan untuk Dicabut, Berikut Klarifikasi dari TikTok!

2023-09-26T16:10:49.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Ilustrasi logo TikTok
Ilustrasi logo TikTok

JAKARTA - Pemerintah akan segera mengeluarkan peraturan yang nantinya akan mencabut izin operasional e-commerce dari platform media TikTok.

Keputusan tersebut ditetapkan melalui rapat terbatas antara Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari kemarin, Senin, 25 September 2023.

Sebelum rapat tersebut diselenggarakan, pihak TikTok sendiri telah menyampaikan beberapa klarifikasi atas isu-isu yang menjadi landasan dari ditetapkannya keputusan pemerintah untuk melarang platform media sosial dari China itu untuk beroperasi sebagai e-commerce.

Berikut ini klarifikasi-klarifikasi yang disampaikan oleh pihak pengelola TikTok Indonesia:

1. Project S di Indonesia

Melalui situs resminya, TikTok menyampaikan bahwa Project S tidak pernah ada di Indonesia dan tidak ada rencana dari pihak pengelola untuk menyelenggarakannya.

"Kami tidak memiliki bisnis lintasbatas dan 100% penjual di TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar dengan nomor induk berusaha (NIB)," tulis pengelola TikTok sebagaimana dikutip dari situs resmi, Selasa, 26 September 2023.

2. Larangan Operasional e-Commerce dari India, AS, dan Inggris

Sebelum izin operasional e-commerce TikTok diputuskan untuk dicabut, beredar informasi yang menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS), India, dan Inggris telah lebih dulu melarang platform media sosial ini dijalankan juga sebagai e-commerce.

Menanggapi hal tersebut, TikTok menyampaikan bahwa TikTok Shop diluncurkan di AS pada 12 September 2023 dan dioperasikan di dalam satu platform dengan TikTok.

"Di India TikTok, sudah tidak beroperasi di negara tersebut sejak 2020 dan TikTok Shop tidak pernah diluncurkan di India. Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok dijalankan di dalam satu platform," tulis TikTok.

3. Praktik Monopoli Bisnis

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa TikTok memiliki sistem logistik dan pembayaran di Indonesia yang pada gilirannya mendukung platform media sosial ini untuk melakukan praktik monopoli bisnis.

Namun, pengelola TikTok menyanggah hal tersebut dan mengatakan bahwa saat ini mereka tidak memiliki sistem pembayaran serta logistiknya di Indonesia.

TikTok bermitra dengan penyedia jasa logistik seperti J&T, NinjaVan, JNE, dan SiCepat untuk mendukung operasional TikTok Shop.

Sementara itu, untuk sistem pembayaran, TikTok menerima segala jenis metode, termasuk kartu debit/kredit, dompet digital, transfer bank, dan pembayaran tunai.

4. TikTok Tidak Punya Izin Operasional e-Commerce di Indonesia

Sebelum ratas di Istana Kepresidenan memutuskan pencabutan izin operasional e-commerce dari TikTok, pihak pengelola menyampaikan bahwa mereka sudah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kemendag.

Sebelumnya, Menteri Kominfo (Menkominfo) Budi Arie Setiadi pun sempat menyebutkan bahwa pihaknya tidak bisa serta-merta mengintervensi penyelenggaraan e-commerce dari TikTok karena sudah adanya izin dari Kemendag untuk perdagangan elektronik.

5. Algoritma yang Berpihak pada Negara Tertentu

Seiring dengan merebaknya keluhan dari pedagang lokal akan banjirnya produk dari negara tertentu dengan harga yang miring, muncul asumsi bahwa algoritma TikTok berpihak kepada produk dari negara asing. Namun, dugaan ini pun dibantah oleh TikTok.

"TikTok tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk sehingga kami tidak memiliki kemampuan untuk memiliki keberpihakan atau memberi batasan pada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu," papar pengelola TikTok.

6. Praktik Predatory Pricing

Sebagaimana diketahui, sebelumnya ramai diberitakan mengenai indikasi predatory pricing dari platform TikTok Shop yang menekan para pedagang kecil menengah di dalam negeri karena harga-harga produk yang terlewat murah.

Para pelaku usaha kecil menengah domestik menjerit karena dari harga pokok penjualan (HPP) saja mereka tidak bisa bersaing dengan harga-harga produk yang sangat dibanting.

Terkait dengan hal tersebut, TikTok menyampaikan bahwa pihaknya tidak dapat menentukan harga produk.

"Penjual dapat menjual produknya dengan tingkat harga yang mereka tentukan sesuai dengan strategi bisnis mereka masing-masing. Produk yang sama yang dapat ditemukan di TikTok Shop dan platform e-commerce lain memiliki tingkat harga yang serupa," kata mereka.

7. TikTok Memproduksi dan Mempromosikan Barang di Indonesia

Selain adanya indikasi praktik predatory pricing, TikTok pun disebut-sebut telah memproduksi produknya sendiri dan kemudian mempromosikannya di Indonesia melalui platform media sosial.

Namun, pihak pengelola TikTok menegaskan bahwa mereka tidak memproduksi produk sendiri di platform.

"Kami tidak berniat menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual di Indonesia," terang pengelola.

Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020

Sebelumnya, tepatnya seusai ratas yang diselenggarakan kemarin, Senin, 25 September 2023, Mendag Zulkifli Hasan mengatakan nantinya social commerce hanya boleh untuk melakukan promosi saja serta melarang adanya kegiatan transaksi langsung melalui media tersebut.

Salah satu contoh dari social commerce yang saat ini sedang marak digunakan yaitu TikTok Shop.  Meski demikian, revisi Permendag tidak hanya melarang pada satu jenis aplikasi, rapi juga terhadap berbagai aplikasi serupa. Nantinya media tersebut akan dilarang untuk digunakan sebagai tempat transaksi.

"Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang/jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, tidak boleh lagi. Ini hanya boleh untuk promosi," ujar Zulkifli dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 26 September 2023.

Keputusan tersebut, dikatakan oleh Zulkifli, akan ditetapkan dalam penekanan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang kabarnya akan dilakukan hari ini.(*)