Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Indonesia meminta ASEAN tidak terlibat dalam rivalitas kekuatan besar dewasa ini. ASEAN didorong memegang teguh prinsip menolak menjadi proksi atau perantara dalam perang kepentingan di dunia.
Hal itu disampaikan Presiden RI Joko Widodo saat membuka KTT ke-43 ASEAN di Jakarta, Selasa 5 September 2023. Jokowi mengajak ASEAN untuk merancang strategi taktis jangka panjang yang relevan dengan kebutuhan kawasan.
Hal itu seperti halnya upaya perdamaian di Myanmar dan meningkatkan keterlibatan dalam isu lain yang beragam. “ASEAN telah sepakat untuk tidak menjadi wakil dari kekuatan apa pun. Jangan sampai kapal kita menjadi arena rivalitas yang merusak,” kata Jokowi dikutip dari Reuters, Selasa.
“Kami, sebagai pemimpin, harus memastikan agar kapal ini terus bergerak dan berlayar. Kami harus menjadi nakhoda untuk mencapai perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama," imbuh Jokowi.
Didirikan pada puncak Perang Dingin pada tahun 1960-an untuk melawan penyebaran komunisme, ASEAN memang mengutamakan persatuan dan prinsip non-intervensi dalam urusan internal anggotanya.
Namun para kritikus berpendapat hal tersebut telah membatasi cakupan tindakan ASEAN dalam menghadapi masalah seperti Myanmar. Diketahui, mana kekerasan terus berlangsung dua tahun setelah militer merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021.
ASEAN telah melarang pemimpin militer Myanmar mengikuti pertemuan tingkat tinggi. Namun perbedaan muncul saat Thailand berusaha melibatkan pemimpin militer Myanmar dalam pertemuan penting. Adapun Malaysia telah menyerukan tindakan tegas pada junta militer yang dinilai menghambat rencana perdamaian yang didorong ASEAN.
Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan ASEAN harus beradaptasi dengan tantangan atau berisiko tenggelam. “Banyak sekali artikel yang menyatakan ‘kematian’ ASEAN. Namun entah bagaimana, setiap kali itu terjadi, ASEAN selalu mampu mengubah diri dan mempertahankan relevansinya," ujar Marty.
China dan persaingannya yang semakin tajam dengan AS juga mengawasi pertemuan tersebut. Beberapa anggota ASEAN telah berfokus pada pengembangan hubungan diplomatik, bisnis, dan militer yang erat dengan Beijing. Sementara yang lain cenderung lebih waspada.
KTT tersebut dilakukan beberapa hari setelah China merilis peta “garis putus-putus 10,” yang menggambarkan klaimnya atas sebagian besar Laut China Selatan yang kemungkinan akan menambah urgensi negosiasi tentang kode etik yang telah lama tertunda di jalur perairan strategis tersebut.
Negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina, yang memiliki klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, telah menolak peta China.(*)