Penulis:Eva Pardiana
Editor:Eva Pardiana

BANDAR LAMLUNG – Ratusan petani dari Desa Sripendowo dan tujuh desa lainnya di Kabupaten Lampung Timur mengadakan demonstrasi di depan Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Provinsi Lampung pada Kamis (30/11/2023).
Para petani menuntut pembatalan penerbitan sertifikat atas lahan garapan mereka seluas 401 hektare di delapan desa di kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur.
Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra, menyatakan bahwa petani datang ke Kanwil ATR/BPN Lampung untuk mencari keadilan terkait lahan yang telah mereka garap sejak tahun 1968.
"Tuntutan mereka meliputi pembongkaran dugaan mafia tanah, penegakan keadilan bagi petani melalui hukum, penghentian intimidasi terhadap petani, dan pencabutan status kepemilikan tanah atas nama orang lain yang terbit di atas lahan tersebut," ungkapnya.
Sumaindra menjelaskan masalah muncul pada tahun 2021 saat sertifikat terbit atas nama orang lain tanpa sepengetahuan masyarakat penggarap. Petani menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengalihkan lahan atau melakukan transaksi jual beli. Mereka menyadari bahwa tanah yang mereka garap termasuk wilayah kehutanan Register 38 Gunung Balak.
Petani juga tidak mengetahui atau melihat adanya pengukuran yang dilakukan oleh BPN Lampung Timur. Lebih dari 264 kepala keluarga menjadi korban, terutama dari Desa Sripendowo, dengan mengalami intimidasi untuk membayar sertifikat dengan nominal uang sebesar Rp150-200 juta sesuai dengan luas lahan yang digarap.
Sumaindra menyebut masyarakat penggarap menerima ancaman dilaporkan ke polisi jika enggan membayar, yang menambah kerumitan permasalahan ini.
Sementara itu Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil ATR/BPN Lampung Yustin Iskandar Muda berharap ada titik temu terkait permasalahan tanah garapan tersebut.
Menurutnya, ATR/BPN mempunyai aturan dan akan dilakukan tindakan dalam rangka menyelesaikan masalah.
"Pasti kita akan membuka data yang ada, kemudian melihat komplain tanah yang digarap atau dilaporkan warga," kata Yustin.
Mengenai sertifikat yang ada, Yustin mengaku nanti pasti diuraikan semua secara komperhensif dengan mengumpulkan data yuridis, sehingga bisa menyelesaikan persoalannya.
"Terkait pengukuran yang terjadi, kami belum mendapatkan data sepenuhnya dan akan kami cek dahulu," pungkasnya.
Laporan: Muhammad Rafi dan Rahmad Dzulfiqri P. Hasbi