Prediksi Saham Perusahaan Jasa TIC dengan Fokus ESG di Bursa Efek Indonesia

2023-08-01T10:05:20.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Pada Juli 2023, sejumlah perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Bahkan sebentar lagi perusahaan TIC yang berfokus pada Environment, Social, and Governance (ESG) segera menyusul
Pada Juli 2023, sejumlah perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Bahkan sebentar lagi perusahaan TIC yang berfokus pada Environment, Social, and Governance (ESG) segera menyusul

BANDARLAMPUNG - Pada Juli 2023, sejumlah perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Bahkan sebentar lagi perusahaan TIC yang berfokus pada Environment, Social, and Governance (ESG) segera menyusul. Bagaimana sebenarnya prospek saham perusahaan jasa TIC, terutama yang berfokus pada aspek ESG?

Menurut Pardomuan Sihombing, pakar pasar modal dan CEO Daksanaya Manajemen, perusahaan yang berfokus pada ESG, perdagangan karbon, dan ekonomi hijau yang berlandaskan pada sumber daya alam memiliki prospek bisnis yang menjanjikan.

“Saham-saham berbasis ESG bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang atau capital gain. Ini bisa kita lihat dari indeks saham berbasis ESG di bursa yang terus meningkat di atas IHSG," kata Pardomuan, pada Senin, 31 Juli 2023.

Minat investor terhadap saham-saham berbasis ESG meningkat seiring dengan pertumbuhan kesadaran global terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola yang berkelanjutan.

Performa indeks ESG di Bursa Efek Indonesia menunjukkan hasil positif dalam satu tahun terakhir, tercermin dari saham-saham ESG yang mengalami pertumbuhan. Misalnya Indeks SRI-KEHATI, yang mencatat pertumbuhan sebesar 0,44%, melebihi pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya sebesar 0,23%.

Terkait industri TIC sendiri, menurut Pardomuan, sangat diperlukan dalam proses standarisasi. Apalagi kebutuhan sertifikasi terkait dengan ESG ke depan semakin tinggi. Di Indonesia sendiri   perusahaan dituntut menerapkan pembangunan berkelanjutan baik menyangkut green economy di natural resources, sharia economy dan digital economy.

Di sisi lain, terkait dengan potensi karbon, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon Indonesia bisa mencapai Rp350 triliun. Indonesia juga mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon yang diperoleh dari luas hutan hujan tropis (25,18 miliar ton karbon), hutan mangrove (33 miliar ton karbon), dan luas lahan gambut (55 miliar ton karbon). Perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai US$300 miliar per tahun.

Pada September 2023, pemerintah Indonesia berencana untuk meluncurkan bursa karbon di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan target kontribusi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) sebesar 29% - 41% pada tahun 2030, serta mencapai net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada tahun 2060.

Dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89% melalui upaya sendiri, dan sebesar 43,20% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Di antara perusahaan yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia adalah PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU International). Berdasarkan prospektusnya, perusahaan TIC ini akan melepas sebanyak 942,85 juta saham biasa atau maksimal 30% dari modal disetor dengan harga berkisar Rp105 hingga Rp110 per saham.

MUTU berpotensi mendapatkan dana segar Rp99 miliar hingga Rp103,71 miliar. Saat ini perusahaan sedang melakukan proses penawaran dan rencananya akan mencatatkan sahamnya pada 9 Agustus 2023. 

Selain melepas saham biasa, MUTU juga akan menerbitkan hingga 235,71 juta Waran Seri I atau setara 10,71% modal disetor. MUTU merupakan afiliasi PT Mitra Investindo Tbk (MITI).

Hubungan afiliasi kedua perusahaan terjadi karena PT Inti Bina Utama (IBU) secara langsung dan PT Baruna Bina Utama (BBU) secara tidak langsung melalui PT Prime Asia Capital merupakan pemegang saham MITI. Di saat yang sama BBU secara langsung dan IBU secara tidak langsung melalui PT Sentra Mutu Handal merupakan pemegang saham MUTU. 

MUTU International menyatakan bahwa mereka telah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon, dan telah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional). Validasi dan verifikasi ini merupakan bagian dari bisnis inti MUTU International.

Selain itu, pada tahun 2022, MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat menggunakan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC). Saat ini, perusahaan telah melayani lebih dari 4.000 pelanggan untuk layanan Testing, Inspection, and Certification (TIC) di berbagai negara, termasuk China, Vietnam, Malaysia, Timur Tengah, Jepang, dan beberapa negara di wilayah Asia Pasifik.

MUTU International juga melakukan verifikasi terhadap Laporan Emisi Tahunan yang disusun oleh maskapai penerbangan melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA). Skema ini dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) sebagai bagian dari upaya dunia internasional dalam mengurangi emisi gas CO2 pada penerbangan internasional.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan bursa perdagangan karbon yang ditargetkan meluncur pada September 2023, dan akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa karbon ini sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia untuk mencapai target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29% – 41% pada 2030 serta net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2060.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, bahkan memperkirakan potensi perdagangan karbon dalam negeri mencapai US$1 miliar-US$15 miliar atau setara Rp225,21 triliun per tahun.(*)