Permampu Perkuat Perempuan & Kelompok Marginal Pasca Bencana

2025-12-25T10:32:16.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Catatan Akhir Tahun 2025 Permampu Resiliensi Perempuan Akar Rumput & Kelompok Marginal Sumatera  di Masa Bencana.
Catatan Akhir Tahun 2025 Permampu Resiliensi Perempuan Akar Rumput & Kelompok Marginal Sumatera di Masa Bencana.

SUMATRA UTARA - Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perempuan dan kelompok marginal di Pulau Sumatra. Bencana hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada 25 November hingga Desember 2025 telah merenggut 1090 jiwa nyawa, 186 hilang, dan 7 ribu orang luka-luka.

Bencana banjir longsor yang disertai dengan material kayu gelondongan dari hutan telah menghancurkan ribuan rumah, memutus akses infrastruktur, dan memaksa sekitar 510.528 warga mengungsi.

Banjir telah mengakibatkan jalan berubah menjadi sungai, rumah dan tanah pertanian lenyap, bahkan beberapa desa dinyatakan potensial hilang.

Peristiwa banjir bandang terparah kali ini diakibatkan oleh Siklon Tropis Senyar yang tak biasa terjadi  dan diperparah oleh kerusakan hutan yang sangat massif akibat perambahan kayu hutan, pertambangan dan bahkan alih fungsi hutan ke perkebunan sawit.

Di lain pihak pemerintah tidak pernah serius membangun kesiagaan masyarakat terhadap bencana hidrometeorologis yang sering berulang di daratan Sumatra. Terbukti penanganan tanggap darurat bencana ini sangat lambat, minim anggaran penanggulangan bencana, dan bantuan sangat terbatas.

Koordinator Konsorsium Permampu
Dina Lumbantobing mengatakan dalam Perayaan Hari Gerakan Perempuan yang diselenggarakan oleh Konsorsium PERMAMPU secara hybrid di 22 Desember 2025, laporan dari 3 anggota yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor mencatat ada 13 kabupaten/kota dan 31 desa dampingan dari Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Sebanyak 1.385 dampingan anggota Permampu menjadi korban terdampak langsung dari banjir dan longsor yang terdiri dari 733 perempuan dewasa, 134 perempuan lansia dan 518 anak-anak. PERMAMPU juga mencatat bahwa per 22 Desember 2025, ada 7 anggota dampingan yang meninggal; dan ada 1 ibu hamil yang sedang menunggu kelahiran bayinya serta 2 ibu menyusui.

Perempuan dan kelompok marginal yang merupakan petani, usaha mikro, maupun usaha jasa mengalami dampak yang lebih khas dibandingkan laki-laki dan yang datang dari klas berbeda.

Konsorsium Permampu dalam Perayaan Hari Pergerakan Perempuan Indonesia 22 Desember 2025 yang dihadiri oleh dampingan Konsorsium PERMAMPU dari FKPAR, Credit Union/CU, Keluarga Pembaharu, Femokrat, Media dan jaringan NGOs, disabilitas dan lansia yang seluruhnya berjumlah 180 peserta (176 perempuan dan 4 laki-laki) berkomitmen,

Pertama melanjutkan respon tanggap darurat dengan memberikan dukungan pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan kelompok rentan dalam respons bencana, khususnya dukungan psikososial, akses hygiene kit, dan   pelayanan kesehatan reproduksi.

Kedua penguatan resiliensi berbasis GEDSI melalui keluarga pembaharu, meningkatkan akses HKSR  paska bencana melalui layanan kader di Pusat Layanan dan Pembelajaran HKSR/OSS&L, pendampingan perempuan korban kekerasan dan kampanye pencegahan perkawinan anak yang dikhawatirkan meningkat paska bencana.

Ketiga peningkatkan partisipasi perempuan akar rumput dan kelompok marginal dalam mengadvokasi upaya pengurangan resiko bencana jangka panjang melalui pendidikan kritis pentingnya menjaga tanah, air dan hutan sebagai ruang hidup dan mata pencaharian berkelanjutan, serta menyadarkan publik tentang dampak perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Keempat mitigasi bencana menjadi kegiatan yang akan dilakukan secara berkesinambungan untuk memastikan keamanan dan resiliensi seluruh dampingan Permampu yang berada di area cincin api, deforestrasi dan pengaruh perubahan iklim maupun siklon tropis yang mungkin melanda Sumatra.

Secara khusus Konsorsium Permampu akan memonitor proses relokasi korban yang sesuai dengan kebutuhan korban yang pada umumnya datang dair kelompok marginal yang rentan mengalami pemiskinan berlapis melalui upa advokasi ketersediaan lahan pertanian serta kompensasi lainnya yang selayaknya diterima oleh warga yang tertimpa bencana.

Di akhir tahun ini, kami mengajak semua pihakpemerintah, masyarakat sipil, dan komunitasuntuk bersama membangun Sumatera yang lebih tangguh, dimana suara dan resiliensi perempuan menjadi pusat pemulihan dan transformasi paska bencana. (*)