Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
THAILAND - Juru bicara parlemen Thailand menyatakan pemungutan suara parlementer untuk pemilihan perdana menteri berikutnya akan ditunda. Hal ini memperpanjang kebuntuan politik yang telah menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas sejak pemilihan umum pada bulan Mei.
Banyak pemilih dalam pemungutan suara tanggal 14 Mei menolak pemerintahan militer dan pemerintahan yang didukung militer satu dekade terakhir. Namun, partai progresif yang menang, Move Forward, telah dicegah mengambil kekuasaan usai diblokir oposisi dari kalangan konservatif dan Dewan Tinggi yang ditunjuk militer.
Juru bicara parlemen, Wan Muhamad Noor Matha, menyatakan pemungutan suara untuk pemilihan perdana menteri yang seharusnya dilaksanakan Jumat 4 Agustus ditunda. Pemilihan, imbuhnya, hanya dapat dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan banding yang diajukan Move Forward terkait penghalangan untuk menunjuk seorang perdana menteri.
“Kita harus menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 16 Agustus sebelum menentukan kapan kami akan mengadakan pemungutan suara kembali,” ujar Wan Noor, dikutip dari Reuters, Kamis 3 Agustus 2023.
Mata uang Thailand, baht, melemah pada pekan ini akibat ketidakpastian politik. Partai Pheu Thai, yang merupakan inkarnasi terbaru dari partai yang didirikan mantan taipan telekomunikasi Thaksin Shinawatra, menduduki posisi kedua dalam pemilu.
Dorong Protes Jalanan
Mereka berharap dapat memilih kandidatnya sebagai perdana menteri untuk membentuk pemerintahan. Setelah pemilu, Partai Move Forward, bersama dengan Pheu Thai dan enam partai lainnya, membentuk aliansi untuk mencoba membentuk pemerintahan.
Namun, pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat, dua kali diblokir oleh parlemen untuk menjadi perdana menteri. Pada hari Rabu, Pheu Thai mengumumkan mereka akan mencoba membentuk aliansi baru tanpa Move Forward dan akan menominasikan taipan properti, Srettha Thavisin, sebagai kandidat perdana menteri.
Move Forward berhasil meraih suara dari banyak anak muda. Penolakan untuk berkuasa dari kalangan konservatif yang bersekutu dengan lembaga kerajaan dan militer mendatangkan kemungkinan kembali terjadinya protes jalanan. Hal ini bisa memunculkan kembali ketidakstabilan berkala di Thailand selama 20 tahun terakhir.(*)