OJK Pastikan Perbankan Masih Stabil di Tengah Kuatnya Dolar AS, Ini Alasannya

2024-04-22T11:47:21.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Ilustrasi perbankan
Ilustrasi perbankan

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa meskipun dolar Amerika Serikat sedang menguat dan konflik geopolitik masih memanas, sektor perbankan nasional masih mampu menjaga stabilitasnya dengan baik.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, berdasarkan evaluasi ketahanan yang dilakukan OJK, fluktuasi nilai tukar rupiah belakangan ini tidak memberi dampak negatif yang signifikan pada kondisi permodalan bank. 

Alasannya, Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan Indonesia masih jauh dari threshold yang ditentukan, dan mayoritas perbankan memiliki PDN yang berlebih (aset valas lebih dari kewajiban valas).

Dian menambahkan bahwa kapasitas perbankan dalam menghadapi perubahan nilai tukar rupiah dan suku bunga yang tetap relatif tinggi didukung oleh tingginya Capital Adequacy Ratio (CAR). 

Saat ini, sekitar 15% Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tersimpan dalam mata uang asing. Hingga Maret 2024, pertumbuhan DPK dalam mata uang asing menunjukkan kinerja yang positif baik dalam skala tahunan maupun dibandingkan dengan awal tahun.

Kejatuhan nilai rupiah yang sedang terjadi pun dikatakan Dian sebenarnya juga membawa dampak baik, yaitu memperkuat daya saing ekspor komoditas. 

Ini diharapkan dapat menyeimbangkan pengambilan dana dari investor asing dan mendorong industri dalam negeri untuk lebih memanfaatkan komponen lokal dalam produksinya.

OJK secara rutin mengadakan uji ketahanan dengan berbagai skenario ekonomi dan memperhatikan risiko utama seperti risiko kredit dan risiko pasar.

Pengawasan terhadap perbankan dilakukan secara ketat untuk memastikan mitigasi risiko akibat fluktuasi nilai tukar dan suku bunga yang tinggi.

Selain itu, OJK mendorong bank untuk selalu memonitor dampak ekonomi global dan domestik terhadap stabilitas mereka. Kerja sama dengan lembaga terkait terus ditingkatkan dengan komitmen untuk mengambil kebijakan yang sesuai dan tepat waktu.

Dian menekankan pentingnya ketenangan masyarakat dan koordinasi antar-otoritas dalam menghadapi gejolak ekonomi global. 

“Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi," kata Dian dikutip dari keterangan resmi, Senin, 22 April 2024. 

Ia melihat bahwa dolar AS menguat terhadap banyak mata uang global, didorong oleh kebijakan suku bunga tinggi yang diterapkan di AS, meski inflasi masih di bawah target 2%. 

The Fed menegaskan komitmennya untuk tetap mempertahankan suku bunga saat ini dan akan memantau data ekonomi yang akan datang.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya konflik antara Iran dan Israel, menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang bisa mengganggu ekonomi global. 

Dampaknya meliputi kenaikan harga energi dan komoditas serta biaya logistik karena gangguan pada rute perdagangan utama akibat ketegangan di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.

Ketidakpastian global ini membuat dolar AS, sebagai aset safe haven, semakin diminati oleh investor, mendorong penguatannya. Perekonomian Indonesia juga terpengaruh, dengan inflasi Maret 2024 mencapai 0,52% (mtm) atau 3,05% (yoy), naik dari 2,75% (yoy) di Februari 2024, namun masih berada dalam target yang ditetapkan.(*)